Akibatnya, Sri Mulyani mendesain defisit APBN melebar hingga Rp1.039,2 triliun atau 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun 2020, yang harus dibiayai oleh pemerintah.
Padahal sebelumnya rencana defisit APBN hanya mencapai Rp307,2 triliun atau 1,76 persen dari PDB.
Baca Juga: Anggota DPR Nilai Negara Harus Mampu Tekan Biaya Haji yang Terus Naik, Ini Caranya
Adanya perubahan target defisit dan rencana kebutuhan pembiayaan itu tak cuma diubah satu kali saja, karena kondisi dinamis pandemi Covid-19.
Tapi pada akhirnya Sri Mulyani mengungkapkan, realisasi defisit pada tahun 2020 hingga Rp947 triliun.
Sementara pembiayaan defisit termasuk tak mudah dijalankan karena pandemi ikut menekan pasar modal dan pasar obligasi.
Baca Juga: Lebih dari 160 Warga Afghanistan Tewas Akibat Cuaca yang Ekstrim Dingin
Alhasil, terjadi kesepakatan bersama Menkeu bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) agar melaksanakan pembagian beban alias burden sharing dalam pembiayaan anggaran pandemi Covid-19.
Sri Mulyani pun tak menolak, bahwa pandemi Covid-19 otomatis mengubah arah kebijakan fiskal di Indonesia serta membuat APBN jadi lebih fleksibel.
"Di situasi pandemi, kami ketika itu menyediakan berapa pun (dana) yang dibutuhkan untuk menangani Covid-19," kata Menkeu Sri Mulyani.