Banjir Terparah Melanda Bangladesh, Menandakan Peringatan Iklim Ekstrim Terjadi di Dunia

- 22 Juni 2022, 11:30 WIB
Seorang anak laki-laki mengarungi daerah banjir saat banjir besar melanda bagian timur laut negara itu, di Sylhet, Bangladesh, 19 Juni 2022.
Seorang anak laki-laki mengarungi daerah banjir saat banjir besar melanda bagian timur laut negara itu, di Sylhet, Bangladesh, 19 Juni 2022. /Foto: REUTERS/STRINGER/

PORTAL LEBAK - Para ilmuwan mengungkapkan bahwa perubahan iklim kemungkinan telah memperburuk curah hujan yang menyebabkan bencana banjir, di seluruh negara Bangladesh.

Padahal hujan monsun Asia Selatan mengikuti pola atmosfer alami, sehingga curah hujan menjadi lebih tidak menentu dan deras.

Para ilmuwan, dilansir PortalLebak.com dari Reutes, kondisi iklim ini disebabkan karena terus meningkatnya suhu global.

Baca Juga: Nini: ARMY Bangladesh Memposting Kisah Pelecehan Seksual, Hanya Karena Menyukai BTS

Diperlukan waktu berbulan-bulan untuk menentukan dengan tepat seberapa besar peran perubahan iklim dalam hujan lebat minggu lalu di Bangladesh.

Tetapi para ilmuwan mencatat bahwa udara yang lebih hangat dapat menampung lebih banyak uap air sebelum awan hujan akhirnya pecah, berarti lebih banyak hujan akhirnya turun.

"Angin muson yang kuat di Teluk Benggala dapat membawa lebih banyak uap air," kata Roxy Mathew Koll, ilmuwan iklim di Institut Meteorologi Tropis India.

Baca Juga: FIFA Matchday antara Timnas Indonesia vs Bangladesh Terancam Batal Karena Aturan Masa Pandemi Covid-19

"Jumlah besar curah hujan yang kita lihat sekarang mungkin merupakan dampak perubahan iklim," tambahnya.

Musim monsun Asia Selatan, dari Juni hingga September, diatur oleh beberapa pola yang tumpang tindih di laut dan atmosfer.

Termasuk siklus cuaca El Nino-La Nina dan Dipol Samudra Hindia. Saat ini, sistem tersebut mendorong angin barat daya yang kuat di atas Teluk Benggala.

Baca Juga: Formula One F1: Tim Red Bull Menangguhkan Pembalap Juniornya Juri Vips, Karena Cercaan Bernada Rasial

Tetapi pola musim hujan telah bergeser dalam beberapa dekade terakhir, karena suhu rata-rata untuk Bangladesh telah meningkat setidaknya 0,5 derajat Celcius sejak 1976.

"Alih-alih memiliki hujan sedang yang menyebar sepanjang musim hujan, kami memiliki periode kering yang panjang yang kadang-kadang disertai hujan lebat yang singkat," kata Koll.

"Saat hujan, ia membuang semua kelembapan itu dalam beberapa jam hingga beberapa hari," paparnya.

Baca Juga: Polri Mutasi Tiga Kapolda Perwira Tinggi dan Menengah, Berikut Daftarnya

Pada hari Selasa, 21 Juni 2022 pasukan Bangladesh menavigasi perahu, untuk menyelamatkan korban banjir yang membutuhkan atau mengirimkan makanan dan air ke beberapa dari 9,5 juta orang yang terjebak.

Para pejabat Bangladesh mengungkapkan 69 orang tewas dalam bencana banjir itu. Bangladesh dianggap sebagai salah satu negara paling rentan terhadap iklim di dunia.

Hujan lebat minggu lalu, yang menyebabkan sungai-sungai di Bangladesh meluap, terjadi kurang dari sebulan setelah negara bagian Assam, India, dilanda banjir serupa yang dipicu hujan, yang menewaskan sedikitnya 25 orang di sana.

Baca Juga: Twibbon HUT DKI Jakarta ke 495, Bisa Download Gratis dan Banyak Variasinya

Pada analisis tahun 2015 oleh Institut Bank Dunia memperkirakan sekitar 3,5 juta orang Bangladesh berisiko mengalami banjir sungai setiap tahun.

Banjir juga mengancam pertanian, infrastruktur, dan pasokan air bersih negara. Negara-negara di kawasan itu, semua menderita jika tidak ada hujan.

"Tapi mereka juga menderita jika terlalu banyak hujan," kata Anders Levermann, ilmuwan iklim di Institut Penelitian Dampak Iklim Potsdam dan Universitas Columbia.

Baca Juga: Kapolres Bogor Sertijab 6 Kapolsek di Wilayah Hukum Polres Bogor, Berikut Namanya

"Apa yang mereka butuhkan adalah curah hujan yang stabil, seperti yang kita alami di masa lalu dan seperti yang terancam sekarang di bawah pemanasan global," nilanya.***

Editor: Dwi Christianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x