Kebutuhan masyarakat Indonesia untuk membangun sosial ekonomi negara sangat besar. Potensinya pun sudah ada. Namun diperlukan penggerakkan lebih banyak lagi. Pada masa Turki Usmani, sedekah telah menjadi lifestyle bagi warganya.
Saat mereka nongkrong, di sebuah kafe misalnya, yang terbesit setelahnya adalah ajakan untuk keluar mencari orang miskin, kemudian dibantu. Ada juga ketika mereka membeli roti, 6 (enam) bungkus misalnya, namun yang diambil hanya 5 (lima). Satunya dimasukkanlah ke dalam sebuah boks makanan yang di situ sudah tertulis 'Bagi yang Butuh, Silahkan Ambil'.
Baca Juga: Masjid di Belgia, Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Galang Dana Wakaf Pembelian Bangunan dan Sarananya
Meski begitu, warga yang miskin tidak langsung mengambil semua yang ada di kotak atau kantong tersebut. Mereka hanya mengambil yang dibutuhkan pada saat itu saja. Sebab, mereka tau bahwa jika besok tidak mampu memenuhi kebutuhannya lagi, maka mereka dapat datang kembali ke toko tersebut yang tentu sedia roti yang memang disedekahkan oleh orang baik untuknya.
Seperti itulah nuansa lifestyle filantropi, hal tersebut yang sedang diupayakan oleh Dompet Dhuafa, yaitu menjadikan kegiatan wakaf sebagai lifestyle seperti halnya ngopi.***