Rekayasa Energi Matahari Diperlukan Untuk Lawan Pemanasan Global

25 Maret 2021, 23:45 WIB
Matahari terbit dari menara Thyssenkrupp's di Rottweil, Jerman, 21 Januari 2020. /Foto: REUTERS/Michaela Rehle/

PORTAL LEBAK - Para peneliti di National Academies of Science, Amerika, Kamis 25 Maret 2021 menyerukan agar Amerika Serikat melakukan penelitian geoengineering surya (matahari-Red) untuk mendinginkan atmosfer bumi.

Tetapi para peneliti mendesak kehati-hatian tindakan ini, mengingat hal itu dapat menimbulkan konsekuensi yang berisiko dan tidak diinginkan. Karena tidak ada kesepakatan internasional yang menetapkan standar untuk geoengineering.

Pasalnya, intervensi skala besar, menurut para ilmuwan dapat memengaruhi pola curah hujan, produktivitas pertanian, dan persediaan makanan di seluruh dunia.

Strategi geoengineering surya yang umum diusulkan, termasuk penyemprotan aerosol reflektif ke atmosfer, untuk meniru bagaimana awan abu mendinginkan planet setelah letusan gunung berapi besar.

Baca Juga: 16 Juta Dosis Vaksin Sinovac, Tiba di Tanah Air

Baca Juga: Bareskrim Polri: Kami Tidak Pernah Memblokir Rekening FPI

Strategi lain, termasuk menipiskan awan di atmosfir tertinggi, sehingga memungkinkan lebih banyak panas keluar antariksa. Dan selanjutnya mencerahkan awan di ketinggian rendah, untuk memantulkan energi matahari.

Laporan tersebut merekomendasikan penelitian dilakukan dalam koordinasi dengan negara lain. Penelitian itu disarankan dalam kolaborasi antar pemerintahan yang kuat dan bersama dalam upaya mitigasi iklim lainnya, seperti pengurangan gas rumah kaca.

"Kami berada di tengah krisis iklim. Dampak perubahan iklim terus meningkat, dan tantangan di depan kami adalah membatasi dampak tersebut," kata Peter Frumhoff, direktur sains dan kebijakan di Union of Concerned Scientists dan salah satu anggota komite yang terlibat dalam laporan tersebut.

 

Seperti PortalLebak.com kutip dari Reuters, Kamis 25 Maret 2021, laporan tentang solar geoengineering adalah upaya untuk meletakkan dasar bagi keputusan yang lebih terinformasi.

Baca Juga: Sebuah Kapal Terdampar di Terusan Suez, Perdagangan Dunia Terhambat

Baca Juga: Cara Beli Mobil Listrik Dengan Bitcoin, Terobosan Elon Musk

"Tentang apakah pendekatan ini harus dianggap sebagai bagian dari seperangkat alat di toolkit kami atau tidak. Penting untuk memahami rangkaian tanggapan lengkap terhadap perubahan iklim, tentang seberapa dekat kita dengan risiko bencana." ungkap laporan itu.

Frumhoff menekankan bahwa upaya utama perubahan iklim harus tetap fokus pada pengurangan emisi gas rumah kaca, yang merupakan akar penyebab perubahan iklim.

Rekomendasi ini mengikuti dua tahun penelitian yang berkembang pesat di lapangan, terutama di Amerika Serikat. Pada Desember 2019, Kongres memberi National Oceanic and Atmospheric Administration $4 juta untuk mempelajari teknik geoengineering.

Tahun lalu, SilverLining nirlaba yang berbasis di AS memberikan $ 3 juta dalam bentuk hibah kepada berbagai organisasi untuk melihat ke dalam geoengineering surya.

Baca Juga: Presiden Jokowi: Bangun Ambon New Port, Pelabuhan Terintegrasi Perikanan

Baca Juga: Jelang Ramadhan, Menteri Perdagangan M. Luthfi: Harga Sembako Terkendali

Juni ini, ilmuwan Harvard berencana menerbangkan balon di atas Swedia dalam eksperimen geoengineering. Sementara para peneliti tidak akan melepaskan partikel untuk memblokir energi matahari, percobaan akan mengeksplorasi kemungkinan melakukannya.

Metode ini menjanjikan tetapi juga membawa risiko, mengingat potensi konsekuensi global yang tidak diketahui pada suhu dan pola cuaca. Di antara kekhawatiran tersebut adalah bagaimana efek sains dapat didistribusikan secara tidak merata ke seluruh dunia.***

Editor: Dwi Christianto

Tags

Terkini

Terpopuler