Tetapi sesuatu tampaknya diklik dan akhirnya dia telah memanfaatkan kekuatan alami dan atletisnya dengan kepercayaan diri yang lebih kuat.
"Saya berjuang di Grand Slam dengan seluruh emosi yang saya miliki. Setelah setiap slam saya sangat kecewa dengan diri saya sendiri sehingga saya tidak bisa mengatasi tekanan ini," papar Sabalenka kepada Reuters yang dikutip PortalLebak.com.
"Saya benar-benar berpikir, saya tidak akan pernah sampai ke minggu kedua. Saya banyak berurusan dengan psikolog dan dengan pelatih," tambahnya.
Sabalenkan menyatakan yang membuatnya mampu melewati momen-momen tekanan minggu ini, sangat sederhana.
"Bernafas saja, terus berjuang, terus lakukan semua yang kamu bisa. Itu saja. Sebenarnya, itu saja," pungkasnya.
Baca Juga: Kejati Banten Pantau Ketersediaan Suplai Oksigen Medis dan Harga Obat Terapi Covid-19
Masa remaja Sabalenkan dilewati di kota Minsk, rumput bukanlah permukaan alami bagi Sabalenka.
Sedangkan petenis Tunisia Jabeur, merupakan tipe pemain yang sulit untuk mengeksploitasi keraguan mental.
Namun terlepas beberapa kesalahan Jabeur, pada beberapa set point, di game ke-10 set pertama, Sabalenka tetap mendominasi pertandingan.
Baca Juga: Argentina vs Kolombia 3-2 di Duel Adu Penalti, Tuk Raih final Copa America