Isu Klaster Covid-19 Akibat Pembelajaran Tatap Muka 'PTM', Ini Jawaban Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim

28 September 2021, 10:42 WIB
Kesalahpahaman isu klaster paparan Covid-19 akibat pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas, beredar di masyarakat diklarifikasi pemerintah olen Mendikburistek Nadiem Anwar Makarim. /Foto: setkab.go.id/Humas/



PORTAL LEBAK - Kesalahpahaman isu klaster paparan Covid-19 akibat pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas, yang beredar luas di masyarakat diklarifikasi pemerintah.

Kesalahpahaman pertama, yakni isu soal adanya klaster penularan akibat PTM terbatas yang mencapai 2,8 persen dari satuan pendidikan di satu bulan terakhir.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim meluruskan sejumlah kesalahan isu itu.

Baca Juga: Buku Panduan Digital atau e-book Pedoman Darurat Klaster Covid-19 Diterbitkan Kapolri

“Data 2,8 persen itu merupakan data kumulatif (sejak Juli 2020-Red), bukan data per satu bulan,” ungkap Menteri Nadiem.

Seperti PortalLebak.com kutip dari keterangan Mendikbudristek usai mengikuti Rapat Terbatas yang dipimpin Presiden RI Jokowi, secara virtual, Senin 27 September 2021 sore.

Kedua, paparan Covid-19 belum tentu muncul di satuan pendidikan. Menteri Nadiem menjelaskan persentase itu bukan data klaster.

Baca Juga: Stadion Melbourne Cricket Ground Jadi Klaster Penyebaran Covid-19, Ini yang Dilakukan Pemerintah Australia

Paparan Covid-19 berdasarkan data jumlah sekolah yang melaporkan warga sekolah ada yang pernah tertular Covid-19.

“2,8 persen dari sekolah yang dilaporkan pihak sekolah terdapat (terkena-Red) Covi-19, itu pun belum tentu mereka menjalankan PTM,” katanya.

Ketiga, persoalan tentang 15 ribu murid dan tujuh ribu guru yang terkonfirmasi positif (Covid-19) selama PTM terbatas.

Baca Juga: Jasa Marga Rekayasa Lalu Lintas, Saat Pekerjaan Erection Girder Overpass Leuwi Gajah

Seperti PortalLebak.com lansir dari setkab.go.id, Menteri Nadiem menyatakan data itu dihimpun dari satuan pendidikan yang belum diverifikasi.

“Itu berdasarkan laporan data mentah, yang ternyata banyak sekali erornya. Contohnya, banyak sekali yang melaporkan jumlah positif Covid-19 melampaui jumlah murid di sekolah–sekolahnya,” paparnya.

Selanjutnya Mendikbudristek menilai pihaknya bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes-Red) agar meningkatkan pengendalian Covid-19 di satuan pendidikan.

Baca Juga: KH Embay Apresiasi Kinerja Kapolres Serang Kota Ungkap Kasus Dalam Waktu Singkat

“Kami akan ada dua kolaborasi dengan Kemenkes. Pertama, (strategi surveilans) yang disebut (Menkes-Red) Pak Budi tadi," papar Nadiem.

"Untuk memastikan sekolah-sekolah mendukung fasilitas random testing/sampling yang dilakukan. Kita akan secara spesifik akan menutup sekolah kalau sudah melampaui lima persen positivity rate,” tambahnya.

Menurut Nadiem, data yang akan diperoleh akan lebih valid dan tepat sasaran serta tidak merugikan.

Baca Juga: Dubes RI Ajak Perusahaan Teknologi dan Transportasi Swedia Tingkatkan Nilai Investasi di Indonesia

Strategi kedua, adalah integrasi aplikasi PeduliLindungi dan implementasinya di satuan pendidikan.

“Kami sangat mendukung program ini yang secara proaktif akan menemukan dan secara statistik akan mencapai level akurasi yang tinggi untuk menunjukkan apakah kita patut khawatir apa tidak,” tandasnya.

Waspadai Learning Loss Dalam kesempatan tersebut, Nadiem juga menyampaikan kekhawatirannya mengenai masih sedikitnya jumlah sekolah yang melaksanakan PTM terbatas, yang berpotensi menyebabkan learning loss.

Baca Juga: TNI Hadir Bantu Wujudkan Operasi Katarak bagi Warga Papua Ini

“Saya lebih khawatir bahwa hanya 40 persen dari sekolah kita yang bisa melakukan PTM, saat ini baru melakukan PTM. Jadi ada 60 persen sekolah kita yang sebenarnya sudah boleh melakukan PTM yang belum [melakukannya],” ungkapnya.

Nadiem memaparkan, sejumlah penelitian menunjukkan adanya risiko learning loss, mungkin saja bisa terjadi karena pembelajaran jarak jauh yang kurang optimal.

“Data dari Bank Dunia dan berbagai macam institusi riset menunjukkan betapa menyeramkannya learning loss yang bisa terjadi," tegas Nadiem.

Baca Juga: Satgas Yonif 512/QY Bagikan Alkitab di Gereja Perbatasan RI-PNG

"Ini di luar kondisi psikologis yang bisa terjadi. Apalagi di tingkat SD dan PAUD di mana mereka paling membutuhkan PTM, jika sekolah-sekolah tidak dibuka, dampaknya bisa permanen,” pungkasnya.***

Editor: Dwi Christianto

Tags

Terkini

Terpopuler