Pentagon Umumkan Telah Menonaktifkan Dua Satelit Pelacak Rudal di Tengah Isu Perang Nuklir, Ini Alasannya

- 15 Maret 2022, 15:59 WIB
Rancangan satelit Hypersonic and Ballistic Tracking Space Sensor (HBTSS) milik Pertahanan Amerika Serikat yang dibuat oleh Northrop Grumman
Rancangan satelit Hypersonic and Ballistic Tracking Space Sensor (HBTSS) milik Pertahanan Amerika Serikat yang dibuat oleh Northrop Grumman /Northrop Grumman/

PORTAL LEBAK - Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (USDOD) menonaktifkan dua satelit vitalnya yang memiliki tugas khusus melacak rudal-rudal yang diaktifkan di Bumi. Penonaktifan satelit ini dilakukan saat mencuatnya isu peluncuran rudal nuklir di tengah konflik Rusia dan Ukraina.

Kedua layanan satelit spesifikasi militer ini telah dinonaktifkan pada 8 Maret 2022, setelah 12 tahun bertugas mengumpulkan informasi di luar angkasa. Keputusan ini pun baru diumumkan Badan Pertahanan Rudal (MDA) dari Pentagon, pada hari Senin, 14 Maret 2022.

Dua satelit jenis Sistem Pelacakan dan Pengawasan Luar Angkasa, atau Space Tracking and Surveillance System (STSS) ini dibuat oleh Northrop Grumman dan diluncurkan ke orbit menggunakan roket United Launch Alliance Delta 2, pada tahun 2009.

Baca Juga: Pertama Kalinya SpaceLogistics Layani Perbaikan Satelit D3 Dengan Robot, SpaceX Akan Kirim MRV ke Orbit

Dikutip PortalLebak.com dari Space News, dalam anggaran MDA tahun ini meminta 15,2 juta dolar AS (Rp218 miliar) untuk menghentikan program satelit STSS, setelah berhenti mengumpulkan data sejak September 2021.

Anggaran tersebut juga digunakan MDA untuk memindahkan kedua satelit ke orbit yang aman dari tabrakan dengan objek luar angkasa lainnya dalam jangka waktu yang sangat lama, yaitu 6.000 tahun ke depan.

Satelit STSS mengitari Bumi 12 kali sehari di ketinggian 1.350 kilometer. Satelit ini menggunakan fitur sensor inframerah untuk mengumpulkan data tentang peluncuran rudal dan melacak uji cobal rudal-rudal militer AS.

Baca Juga: Pria Ukraina Didakwa Melakukan Ransomware Paling Parah ke Amerika Serikat Diekstradisi ke AS

Pada 1990-an, Pentagon berencana menyebarkan konstelasi 24 satelit yang kemudian diberi nama SBIRS Low, untuk melengkapi cakupan yang disediakan oleh satelit Sistem Inframerah Berbasis Ruang (SBIRS) geostasioner.

Kemudian program SBRIS Low dipindahkan ke MDA pada tahun 2001, di mana satelit-satelit ini dikonversi menjadi satelit tipe STSS.

Namun pada tahun 2009, rencana awal Pentagon menempatkan 24 satelit SBRIS Low ke orbit akhirnya pupus setelah biaya pembuatan satelit STSS terbilang mahal.

Baca Juga: Proyek Radar Pemantau Puing-puing Satelit Senilai Rp4,9 Triliun Milik USSF Dibuat Northrop Grumman

Satelit STSS sangat berjasa bagi lembaga pertahanan AS. Selain awalnya diharapkan berjalan selama 4 tahun, program satelit ini ternyata membantu USDOD mempelajari cara-cara baru untuk melacak rudal ancaman di dunia.

Data yang dikumpulkan satelit STSS sekitar 12 tahun lamanya telah berkontribusi mengembangkan sensor pelacakan rudal baru, termasuk program MDA bernama Hypersonic and Ballistic Tracking Space Sensor (HBTSS).

HBTSS adalah program satelit pengawas misil terbaru pelacakan rudal modern antara MDA dengan Badan Pengembangan Antariksa AS.

Baca Juga: China Mulai Uji Coba Jaringan 6G di Kompleks Olimpiade Musim Dingin Beijing

Satelit diharapkan mampu melacak lokasi peluncuran rudal ancaman jenis rudal hipersonik sampai rudal balistik yang dapat menjelajah antara benua.

Pembuatan satelit ini tetap menggunakan jasa Northrop Grumman dibantu L3Harris Technologies yang prototipenya ditargetkan rampung pada 2023.

Cangkupan sensor satelit jenis HBTSS ini juga lebih luas dan tidak dibatasi oleh garis pandang dan lengkungan bentuk Bumi, dibandingkan STSS yang mengandalkan jumlah satelit yang banyak karena mengadaptasi sistem terestrial.***

Editor: Jefry Agustinus Alexander B

Sumber: Spacenews


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah