Bom Bali: Era Joe Biden, Pemerintah AS Sidangkan Para Tersangka Yang Ditahan di Guantanamo

- 23 Januari 2021, 00:16 WIB
Dari kiri-kanan, Tersangka Bom Bali yang ditahan di Guantanamo: Hambali, Mohammed Nazir Lep dan Mohammed Farik Amin
Dari kiri-kanan, Tersangka Bom Bali yang ditahan di Guantanamo: Hambali, Mohammed Nazir Lep dan Mohammed Farik Amin /Foto: Thestar.com.my/

PORTAL LEBAK - Pentagon telah mengumumkan rencana untuk melanjutkan pengadilan militer, bagi tiga pria yang ditahan di Teluk Guantánamo, yang dicurigai terlibat dalam Peristiwa Bom Bali tahun 2002.

Setelah penundaan yang tidak dapat dijelaskan, seorang pejabat senior hukum militer pada hari Kamis 21 Januari 2021, menyetujui dakwaan non-kapital yang mencakup konspirasi, pembunuhan dan terorisme untuk ketiga pria tersebut.

Mereka telah ditahan Amerika Seriat (AS) selama 17 tahun atas dugaan peran mereka dalam pemboman mematikan di klub malam, di Bali tahun 2002 dan pemboman Hotel JW Marriott di Jakarta, setahun kemudian.

Baca Juga: Tenaga Kesehatan Telah Vaksinasi Covid-19, Capai 132 Ribu Orang

Baca Juga: Remaja Putri Anemia Akibat Gaya Hidup Kurang Sehat, Berisiko Lahirkan Anak Stunting

Pengeboman di pulau Bali menewaskan 202 orang, sebagian besar wisatawan asing, termasuk 88 warga Australia dan tiga warga Selandia Baru. Sedangkan serangan bom pada Agustus 2003 di Hotel JW Marriott di Jakarta, menewaskan 12 orang dan melukai sekitar 150 lainnya.

Seperti PortalLebak.com kutip dari theguardian.com, Jaksa militer AS mengajukan tuntutan terhadap Encep Nurjaman, seorang Indonesia yang dikenal sebagai Hambali, dan dua orang lainnya pada Juni 2017.

Hambali diduga sebagai pemimpin Jemaah Islamiyah, afiliasi Al-Qaeda di Asia Tenggara. Pentagon mengatakan dalam sebuah pernyataan singkat tentang kasus itu. Hambali dituduh bersama Mohammed Nazir bin Lep dan Mohammed Farik bin Amin, yang berasal dari Malaysia, merencanakan dan membantu serangan tersebut.

Baca Juga: Paparan Covid-19 Masih Merebak, Polresta Bogor Kota Launching Program Polisi RW

Baca Juga: Film Stand By Me Doraemon 2 Tayang Februari 2021, Ini Bocoran dan Trailernya!

Ketiganya ditangkap di Thailand, pada tahun 2003 dan ditahan di tahanan Badan Intelejen Amerika (CIA) sebelum mereka dibawa ke Guantánamo tiga tahun kemudian.

Saat dakwaan disusun dan telah diajukan di bawah kepempipinan Presiden Donald Trump. Tetapi dakwaan itu belum tuntas, para pengacara terhadap ketiga tersangka, terkejut atas niat presiden Joe Biden untuk menutup Guantanamo.

Jenderal Lloyd Austin, calon Biden untuk menjadi menteri pertahanan, minggu ini menegaskan kembali niatnya untuk menutup Guantánamo, ke komite Senat.

"Waktunya di sini jelas, satu hari setelah pelantikan," kata Mayor Korps Marinir James Valentine, pengacara militer yang ditunjuk, untuk ketiga tersangka.

Baca Juga: Banjir Kalsel, Kapolres Banjar dan Kapolres Tanah Laut Terus Bantu Warga Terdampak Musibah

Baca Juga: Dandim 1401 Majene dan Camat Malunda Tegaskan Distribusi Bantuan Pasca Gempa Merata

Sementara itu, seorang mantan juru bicara komisi militer, tidak berkomentar atas keputusan ini. Padahal, selama bertahun-tahun telah ada tuntutan hukum, yang sebagian besar menuduh atas perlakuan brutal terhadap para tahanan yang dikurung di Guantanamo, fasilitas penahanan CIA itu.

Setelah jaksa militer mengajukan dakwaan pada pertengahan 2017, kasus tersebut ditolak oleh pejabat hukum Pentagon yang dikenal sebagai otoritas sidang, dengan alasan yang tidak diungkap ke publik.

“Kasus itu disimpan mereka. Saya tidak bisa memberi tahu Anda alasannya karena itu dirahasiakan," ujar Valentine, salah satu tim hukum Hambali.

Baca Juga: Mau Tahu Bagaimana Korps Marinir TNI AL Cegah Covid-19, Ini Caranya

Baca Juga: Jumlah Penduduk Indonesia 270,2 Juta, 17 Ribu Berusia 100-115 Tahun

Sekarang otoritas yang bersidang telah menyetujui dakwaan, AS harus menuntut para tahanan di depan komisi militer, di Kuba. Proses pengadilan di Guantánamo telah dihentikan oleh pandemi Covid-19 dan tidak jelas kapan akan dilanjutkan.

Amerika Serikat menahan 40 orang di Guantánamo. Presiden Barack Obama saat berkuasa, pernah berusaha untuk menutup pusat penahanan itu, memindahkan para tahanan ke fasilitas di AS dan mentransfer pengadilan militer ke pengadilan sipil.

Obama mengurangi populasi tahanan, tetapi upayanya untuk menutup Guantánamo ditolak oleh Kongres AS. Bahkan kongres AS melarang pemindahan siapa pun, dari Guantanamo ke AS dengan alasan apa pun.

Baca Juga: Gempa Sulbar, BNPB Minta Data Kerusakan Rumah Untuk Dapat Dana Stimulan Hingga Rp50 Juta

Baca Juga: Ini Aksi Lady Gaga Dalam Acara Pelantikan Presiden AS Joe Biden

Dalam rencananya, Presiden AS Joe Biden pernah menegaskan dia lebih suka menutup Guntanamo, tetapi belum mengungkapkan rencananya atas fasilitas itu.

Dalam kesaksian tertulis kepada Senat, Austin mengatakan dia akan bekerja dengan orang lain di pemerintahan untuk mengembangkan "jalan ke depan" menuju penutupan. “Saya yakin sudah waktunya fasilitas penahanan di Guantánamo menutup pintunya,” tutur Austin.***

Editor: Dwi Christianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x