Menhan Lloyd Austin Akui Operasi Militer Terakhir Tentara AS Dengan Drone Bunuh Warga Sipil

- 22 September 2021, 17:51 WIB
 Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengirim memo kepada pegawai pertahanan pada hari Senin bahwa dia akan meminta persetujuan presiden untuk mewajibkan vaksin COVID-19 mulai pertengahan September.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengirim memo kepada pegawai pertahanan pada hari Senin bahwa dia akan meminta persetujuan presiden untuk mewajibkan vaksin COVID-19 mulai pertengahan September. /UPI/Evelyn Hockstein

PORTAL LEBAK - Setelah bom bunuh diri di bandara Kabul, Afghanistan terjadi, militer Amerika Serikat melancarkan serangan dengan pesawat tanpa awak atau drone pada akhir Agustus 2021 lalu.

Serangan balasan diklaim menargetkan kelompok pelaku bom bunuh diri, dan merupakan operasi militer terakhir tentara AS di Afghanistan.

Namun laporan hasil investigasi Komando Pusat AS baru-baru ini, seperti dikutip PortalLebak.com dari AirLive.net menyebut serang balasan tentara AS menggunakan drone pada 29 Agustus disebut telah menewaskan 10 warga sipil, termasuk 7 anak-anak.

Baca Juga: Tidak Memakai Tail Stand, Pesawat yang Membawa Pemain Sepak Bola Ini Terjungkal di Apron Bandara

Berawal dari Intelijen AS yang melacak mobil seorang pekerja pekerja bernama Zamairi Ahmadi selama delapan jam, mereka percaya itu terkait dengan militan ISIS Khorasan (ISIS K), cabang lokal dari kelompok ISIS, kata Komando Pusat AS Jenderal Kenneth McKenzie

Penyelidikan menemukan bahwa mobil pria itu terlihat di sebuah kompleks yang terkait dengan ISIS-K, dan gerakannya selaras dengan intelijen lain tentang rencana kelompok teror itu untuk menyerang bandara Kabul.

Pada satu titik, sebuah pesawat tak berawak pengintai melihat orang-orang memuat apa yang tampak seperti bahan peledak ke bagasi mobil.

Baca Juga: Operasi Antiterorisme Militer AS Gunakan Drone Menargetkan Kelompok ISIS Khorasan di Nangarhar

Tetapi belakangan bahan peledak yang dimuat ke dalam mobil itu ternyata adalah wadah air.

Jenderal McKenzie menggambarkan serangan itu sebagai "kesalahan tragis", dan menambahkan bahwa Taliban tidak terlibat dalam intelijen yang menyebabkan serangan dengan drone itu.

Ledakan itu memicu ledakan susulan, yang awalnya dikatakan pejabat AS sebagai bukti bahwa mobil itu memang membawa bahan peledak dan meledak setelah serangan drone.

Baca Juga: Pentagon Rilis Korban Bom Bunuh Diri di Bandara Kabul, Kebanyakan Merupakan Prajurit Muda

Penyelidikan lanjutan soal operasi terakhir tentara AS tersebut menemukan kemungkinan besar bahwa ledakan susulan tadi disebabkan oleh tangki gas propana di jalan bukan bahan peledak seperti disebutkan diawal.

Dalam sebuah pernyataan, Menteri Pertahanan Lloyd Austin mengakui bahwa Ahmadi tidak ada catatan antara Ahmadi dengan ISIS-K. Dan aktivitas Ahmadi pada waktu itu

“Kami sekarang tahu bahwa tidak ada hubungan antara Ahmadi dan ISIS-Khorasan, bahwa aktivitasnya pada hari itu sama sekali tidak berbahaya dan sama sekali tidak terkait dengan ancaman yang kami yakini akan kami hadapi,"

Baca Juga: Ledakan Bom Bunuh Diri di Bandara Kabul Tewaskan 60 Orang dan 13 Tentara AS, Ancaman Telah Diprediksi Taliban

Salah satu dari mereka yang tewas, Ahmad Naser, pernah menjadi penerjemah pasukan AS. Korban sebelumnya bekerja untuk organisasi internasional dan memegang visa yang memungkinkan mereka masuk ke AS.

Lloyd Austin juga menyampaikan permintaan maafnya atas kesalahan tragis operasi militer tentaranya dalam memburu pelaku perencana bom bunuh diri di bandara Kabul.

"Kami meminta maaf, dan kami akan berusaha untuk belajar dari kesalahan mengerikan ini," ungkap Menhan AS tersebut.***

Editor: Jefry Agustinus Alexander B


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah