Partai NasDem Dipertanyakan Anggota Dewan Pembina DGP: Mau Koalisi Perubahan Atau Kembali Ke Koalisi Besar

29 November 2022, 12:24 WIB
Insert: Anggota Dewan Pembina DGP, Liasta Surbakti yang Memprediksi Langkah Ketum Partai NasDem Surya Paloh usai Deklarasan Capres Anies Baswedan. /Foto: Kolase/Handout Liasti Surbakti/Humas Partai NasDem/

Yang jadi masalah sejak awal mendeklarasikan capres NasDem walau masih bergabung di kabinet Jokowi, ini tidak etis.

PORTAL LEBAK - Terobosan politik yang digelar Partai NasDem melalui deklarasi calon presiden (capres) Anies Baswedan, 03 Oktober 2022 lalu, dinilai harus dibayar mahal.

Pasalnya, hal ini memincu terjadinya gejolak internal Partai NasDem, di mana banyak kader-kader yang keluar baik sebagai pengurus maupun dari keanggotaan partai.

Di sisi lain mencuat juga berbagai tanggapan eksternal Partai NasDem termasuk serangan dari mitra koalisi Kabinet Jokowi, yang akan berakhir 20 Oktober 2024.

Baca Juga: Ketua Umun Partai NasDem Surya Paloh: Pidato Presiden Jokowi Tidak Menyindir Siapapun

Menurut Anggota Dewan Pembina Dulur Ganjar Pranowo (DGP) Liasta Surbakti, Gejolak internal Partai NadDem dan serangan dari mitra koalisi dapat disebabkan, antara lain:

1. Partai pendukung pemerintah tergabung dalam Kabinet Indonesia Bersatu (Koalisi besar) pemerintahan akan berakhir pada tanggal 20 Oktober 2024.

2. Partai NasDem selalu menggaungkan Restorasi dan Reformasi Indonesia.

3. Partai NasDem merupakan perwujudan nasionalisme kebangsaan, kedaulatan nasional yang bertumpu pada masyarakat yang sejahtera,

Baca Juga: Partai NasDem, Demokrat dan PKS Sinergikan Koalisi Perubahan

Termasuk kekuatan yang demokratis dari seluruh komponen bangsa, kemandirian ekonomi, dan negara bangsa yang memiliki martabat dalam pergaulan internasional.

4. Harus konsisten membela pemerintah dalam kebijaksanaan Pro Rakyat.

5. Deklarasi calon presiden 2024 Anies Baswedan, menyeret Partai NasDem ke unsur jejak politik identitas dan sara, seperti yang terjadi di pemilihan gubernur DKI Jakarta, tahun 2017.

Baca Juga: Surya Paloh: Usulan Ganjar Pranowo Sebagai Capres Partai Nasdem Terus Berkembang

Surya Paloh Sang Penentu

"Surya Paloh tokoh nasional sudah lama melanglang buana, perkembangan Partai NasDem tak lepas dari kepiawaian Ketua umumnya. Selama 2 periode kepemimpinan Pesiden Jokowi, Partai nasdem berkibar karena ikut dalam koalisi partai pemenang pemilu 2014 dan 2019," kata Liasta Surbakti.

"Ikut dalam Kabinet pemenang pemilu tentu tidak terlepas dari peranan politik partai NasDem yang sejak awal mendeklarasikan mendukung Jokowi," nilainya.

Restorasi dan reformasi yang didengungkan Partai NasDem, menurut Liasta, bak gaung bersambut dengan visi misi Presiden Jokowi dalam revolusi mental berbagai bidang.

Baca Juga: Ghana Kalahkan Korea Selatan, Memenangkan Pertandingan Piala Dunia 2022 Secara Dramatis

Apalagi keterlibatan partai nasdem sama dengan partai pendukung lainnya diberi peranan dalam Kabinet Indonesia Bersatu.

"Tapi yang jadi masalah sejak awal mendeklarasikan capres NasDem walau masih bergabung di kabinet Jokowi, ini tidak etis. Pola kepemimpinan Jokowi yang terbuka dan demokratis tidak dipahami sesungguhnya oleh Surya Paloh," pungkas Liasta.

Melalui pemilihan capres Anies Bawesdan yang memenangkan Pilgub DKI 2017, dinilai Liasta menjadi anti klimaks restorasi dan reformasi Partai NasDem.

Baca Juga: Pengeboran 616 Sumur Pengembangan Minyak dan Gas di Tanah Air Dituntaskan SKK Migas

"Karena rekam jejak capres dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017, menjadi catatan sejarah pemilihan Gubernur, yang telah memecah belah bangsa," tegasnya.

Jejak capres mengusung tokoh politik Identitas menyiratkan politik identitas yang akan menghancurkan kebinekaan yang merupakan modal bangsa Indonesia yang maju.

Deklarasi capres dengan Koalisi Perubahan mau dibawa kemana, akan kah terulang kejadian politik tahun 2004 bagi pendiri Partai Nasdem, Surya Paloh.

Baca Juga: Piala Dunia 2022: Serangan Bruno Fernandes Sempurnakan Portugal Saat Bekuk Uruguay, Tim Lolos Babak 16 Besar

 

"Jika dirunut dari sejarah pendiri Partai NasDem ini, Surya Paloh selalu ingin sebagai salah satu king maker dalam penentuan Capres," nilai Liasta Surbakti.

Terlihat dalam pilpres 2014 di mana dengan tegas dan sejak awal memilih Jokowi-Jusuf kalla, pilihan Partai NasDem benar terpilih.

Pada periode kedua Jokowi 2019-2024 Partai NasDemi diawal ikut mendukung dan memenangkan Jokowi–K.H. Ma’ruf Amin.

Baca Juga: Ini Kegunaan Plester Microneedle Ciptaan Mahasiswa Farmasi UNS Bagi Penderita Diabetes Melitus

 

Partai Nasdem dapat semakin besar karena rakyat percaya, keputusan pun ikut partai pendukung Kabinet Jokowi.

Koalisi Pembaruan atau Koalisi Besar

Gaya kepemimpinan seorang dengan budaya Jawa oleh Presiden Jokowi, rasanya kurang diresapi oleh Surya Paloh.

Gaya budaya jawa “ngeh-ngeh asal Kepanggeh", membuat partai NasDem salah prediksi dan salah pilih, dengan perhitungan yakni:

Baca Juga: Ketua DPR Puan Maharani Terima Brevet Kehormatan TNI AL, Naik Kapal Selam KRI Alugoro 405

1. Hingga saat ini Koalisi Perubahan belum terbentuk alisas belum dideklarasi secara resmi.

2. Rencananya Koalisi Perubahan terdiri dari Demokrat (54 kursi), PKS (50 kursi), dan NasDem (59 kursi) dengan Total 163 kursi di DPR.

3. Bila Koalisi Perubahan terbentuk, maka Koalisi Perubahan ini memiliki jumlah kursi (DPR-RI 2019-2023) sebanyak 163 kursi.

Sehingga berhak mengajukan paslon Capres/Cawapres di mana syarat Ambang Batas Presiden (Presidential Treshold) minimal 115 kursi DPR.

Baca Juga: Wisata Kuliner: Kue Kacang Kenari UMKM Timurasa, Dicipta dari Rempah Timur Indonesia untuk Mendunia

Selanjutnya, kemungkinan besar Koalisi Perubahan akan mengajukan Anies Baswedan sebagai Capres.

4. Namun bila Partai NasDem pada akhirnya meninggalkan partai Demokrat dan PKS untuk bergabung ke Koalisi Besar (PDIP bersama #KIR (Gerindra & PKB) dan #KIB (Golkar, PPP dan PAN), maka Partai Demokrat dan PKS gagal membentuk Koalisi Perubahan.

Karena jumlah total kursinya hanya 104 kursi, di bawah syarat ambang batas pencalonan presiden yakni minimal 115 kursi.

Baca Juga: Jelang Pengiriman Perdana Tesla Semi, Elon Musk Sindir Bill Gates Soal Truk Listrik yang Tak Pernah Terwujud

5. Alhasil, "Pilpres 2024 tanpa Partai Demokrat dan PKS atau bisa dinyatakan tanpa Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)".

Liasti Surbakti menilai, Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi megutamakan kebersamaan, keutuhan negara, Pancasila dan Kebhinekaan semakin maju di nusantara dan bahkan dunia.

Indonesia dibawah kepemimpinan Jokowi megutamakan kebersamaan, keutuhan negara, Pancasila dan Kebhinekaan semakin maju di nusantara dan bahkan dunia.

Baca Juga: Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy: Rusia Tak Akan Hentikan Serangan Sampai Kehabisan Rudal

Di saat penghunjung kepemimpinannya, sudah selayaknya seluruh masyarakat melanjutkan dan memikirkan pengembangan Kepemimpinan Jokowi.

Kolisi Perubahan atau kembali ke Koalisi besar? Politik selalu cair berpatokan pada kepentingan dan kekuasaan.

"Saya masih ingat tekad Partai NasDem, tidak pernah kompromi kepada siapa pun atau kelompok manapun yang menentang Kepemimpinan sah Presiden Jokowi," ucap Liasta.

Baca Juga: Jasad 2 Korban Gempa Cianjur Ditemukan, Sang Ayah Memeluk Putrinya

Menurut Liasta, sesungguhnya Surya Paloh adalah penganut rational choice theory (teori pilihan rasional) dari Gary Backer - yang menentukan preferensi pilihan atas sejumlah alternasi berdasarkan pada objektivitas.

"Kecenderungan pribadi Surya Paloh dikesampingkan dan lebih memilih pada informasi yang lengkap, akurat dan valid. Semoga dia konsisten dan presisi," tutupnya.***

Editor: Dwi Christianto

Tags

Terkini

Terpopuler