Supernova Ecosystem Gerakkan Inovasi Pendanaan Hijau, Targetkan Konservasi 700 ribu Hektar dan Lapangan Kerja

9 April 2024, 07:00 WIB
Melalui diskusi media bertajuk “Inovasi Instrumen Pendanaan Hijau untuk UMKM Berkelanjutan” Supernova Ecosystem mengungkapkan pentingnya pendanaan bisnis berkelanjutan, di Jakarta, Rabu, 3 April 2024. Inez Stefanie Equator Capital Partner Supernova Ecosystem (kedua kiri). /Foto: Portal Lebak/ID COMM/

PORTAL LEBAK - Instrumen pendanaan hijau (green instrument investment) yang disalurkan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) berkelanjutan terus dikembangkan oleh Supernova Ecosystem.

Program investasi berbasis restorasi dan konservasi lingkungan yang dijalankan Supernova Ecosystem diprediksi mampu menyerap menyerap 7 juta ton CO2, melestarikan 700 ribu hektar area hutan, sekaligus menciptakan 13.000 lapangan kerja bagi masyarakat adat.

Rencananya, Supernova Ecosystem pada tahun 2030 akan mendukung 120 bisnis berkelanjutan yang memberi nilai tambah pada pertumbuhan ekonomi dan konservasi hutan di Indonesia.

Melalui diskusi media bertajuk “Inovasi Instrumen Pendanaan Hijau untuk UMKM Berkelanjutan” Supernova Ecosystem mengungkapkan pentingnya pendanaan bisnis berkelanjutan.

Baca Juga: Medco E&P dukung kemandirian masyarakat Lewat Program Bina Lingkungan

“Sebagai katalis pendanaan bisnis berkelanjutan, Supernova Ecosystem berperan dalam mempertemukan (matchmaking) pemilik usaha, pemodal, dan pemerintah. Ada dua program unggulan demi mewujudkan hal ini, yakni Konstelasi Accelerator dan Equatora Capital," kata Inez Stefanie Equator Capital Partner Supernova Ecosystem.

"Harapannya, pendanaan bisnis UMKM berkelanjutan, bisa mengatasi kesenjangan risiko bisnis ramah lingkungan dan sosial yang melanda pada sepanjang rantai pasok,” tambahnya.

Tak hanya itu, Inez mengungkapkan target jangka pendek Supernova Ecosystem di tahun 2025 yakni mampu melestarikan lahan dengan luasan 35.000 hektar. Hal ini tentu akan berdampak terhadap 3.500 petani hutan, petani ikan, dan petani perkebunan pada tiga komoditas; yaitu tengkawang, nilam, dan ikan gabus.

Tujuh komoditas utama yang juga akan dikembangkan dalam pipeline mereka diantaranya coklat, kelapa, dan jambu mete yang sebagian besar berlokasi di bagian Timur Indonesia.

Baca Juga: Konferensi Internasional Perdamaian Ke-3, Serukan Selamatkan Bumi dari Kerusakan Lingkungan

Untuk mencapai target itu, Inez menegaskan selayaknya sebuah kerja ekosistem, kolaborasi multipihak sangat penting dilakukan agar mencapai tujuan bisnis keberlanjutan. Inilah yang terus dilakukan Supernova Ecosystem bersama dengan para mitranya, seperti Lingkar Temu
Kabupaten Lestari (LTKL), Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) serta para lembaga multipihak lainnya.

“Kami menginisiasi konsep dan kerangka kerja Value Chain Collaboration Canvas (VC3) demi mendorong dan memfasilitasi kolaborasi berkelanjutan antar pelaku ekosistem dengan fokus pada sektor agroforestri dan komoditas," kata Inez.

"Sebagai lembaga bagian dari KEM, kelompok kerja Konstelasi Akselerator Supernova Ecosystem memimpin dan membantu pendampingan UMKM
Hijau. Sedangkan kelompok kerja Equatora Capital memimpin di kelompok kerja penggalangan dana,” paparnya.

Menurut Inez, target kerja yang akan diraih Supernova Ecosystem merupakan jadi upaya demi mendorong perkembangan UMKM Hijau agar menciptakan pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata pun, mampu menjawab persoalan lingkungan.

Baca Juga: Hong Kong Konfirmasi Kasus Pertama Infeksi Virus B pada Manusia Setelah Pasien Dirawat 15 Hari

Tantangan Perkembangan Bisnis Berkelanjutan di Indonesia

Ahli Ekonom dan Lingkungan Dr. Mubariq Ahmad, pada sesi diskusi menyatakan ada tantangan untuk mengembangkan UMKM Hijau atau bisnis berkelanjutan, baik yang dijalani para pemilik usaha serta oleh pemilik modal.

“Tantangan pertama, demi mengembangan UMKM Hijau dari segi penyedia dana, yakni belum banyak pendanaan dari sektor pemerintah yang ingin fokus demi mengembangkan UMKM Hijau dan terbatasnya ketersediaan fasilitas investasi berdampak bagi pemilik usaha,” pungkas Mubariq.

Selanjutnya, tantangan kedua yakni tak adanya kesadartahuan atas penggunaan bank konvensional dan kemampuan untuk mengaksesnya dari pemilik usaha.

“Alhasil, para pemilik UMKM harus diberikan akses ke dalam empat kerangka kerja ekonomi yang berkelanjutan, di antaranya yakni akses pendanaan, pengembangan kapasitas UMKM, akses teknologi, sampai pada akses pasar,” bebernya.

Baca Juga: Jelang Libur Lebaran, Jalan Menuju Wisata Pantai Talanca Kabupaten Lebak Diperbaiki

Mubariq sangat yakin Indonesia mempunya potensi luar biasa untuk mengembangkan bisnis keberlanjutan.

“Saat ini, UMKM mampu berkontribusi terhadap 61 persen pendapatan domestik bruto (PDB) negara. Jika melakukan business as usual harusnya dapat diubah sebagai bisnis berkelanjutan, otomatis sektor ini berpotensi memberi dampak besar terhadap upaya target pengurangan emisi karbon nasional dan pertumbuhan ekonomi,“ tegasnya.

Mubariq menilai intervensi langsung pemerintah, secara konkrit sangat dibutuhkan melalui bentuk regulasi di bisnis UMKM berkelanjutan. Cara yang ditawarkan bisa berupa sumber permodalan di program pemerintah yang sudah ada, seperti pinjaman program kredit usaha rakyat (KUR), program Investment Facility, badan layanan umum (BLU) pemerintah, dan pemberdayaan masyarakat berbasis credit union.

Ke depannya, pemerintah dapat membuat kebijakan dan dorongan yang konkrit untuk menggunakan dana pemerintah dan mengaplikasikannya pada UMKM hijau.

Sementara itu, menurut praktisi kebijakan keuangan berkelanjutan, Dr. Mahpud Sujai sudah terdapat inisiatif dari pemerintah untuk mendorong bisnis berkelanjutan melalui adanya payung regulasi yang dapat menjadi dasar bagi keuangan keberlanjutan Indonesia.

Baca Juga: Amerika Serikat: Peluncur Rudal Tomahawk, SM-6 Akan Dikerahkan di Indo-Pasifik

“Salah satu payung regulasi untuk mengembangkan bisnis berkelanjutan adalah regulasi Taksonomi Hijau Berkelanjutan Indonesia (TKBI). TKBI akan melindungi implementasi penerapan keuangan berkelanjutan, termasuk pembiayaan terhadap transisi menuju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” paparnya.

Ia menambahkan walaupun masih ditemukan banyak tantangan pada pelaksanaannya, TKBI diharapkan dapat menaungi inovasi atas skema pendanaan hijau, terutama bagi entitas yang berperan sebagai perantara dalam proses menemukan pemilik usaha dan investor yang tepat
dan berkomitmen mendukung usaha sesuai dengan skalanya.

Ia berharap entitas seperti Supernova Ecosystem, LTKL, dan KEM dapat membantu kerja-kerja pemerintah untuk mewujudkan akses pendanaan yang lebih nyata sehingga terdapat peningkatan dari segi kapasitas dan skala UMKM.***

Editor: Dwi Christianto

Tags

Terkini

Terpopuler