Ribuan Pengunjuk Rasa Turun, Setelah Militer Myanmar Makin Brutal

- 9 Maret 2021, 08:19 WIB
Ribuan warga berunjuk rasa melawan junta militer di Papun, negara bagian Kayin, Myanmar.
Ribuan warga berunjuk rasa melawan junta militer di Papun, negara bagian Kayin, Myanmar. /Foto: KIC NEWS PAGE via REUTERS/

PORTAL LEBAK - Ribuan orang turun ke jalan-jalan di kota Kayin, Myanmar, untuk menentang jam malam. Mereka meneriakkan kemarahan setelah pasukan keamanan Myanmar mengepung ratusan pemuda pengunjuk rasa anti-kudeta, di satu kawasan.

Kedutaan besar Barat mengimbau kepada junta militer yang berkuasa untuk mengizinkan pengunjuk rasa meninggalkan Sanchaung, di mana mereka terpojok saat sore hari sehingga menimbulkan pertumpahan darah lainnya di Myanmar, setidaknya tiga pengunjuk rasa tewas di tempat, saat itu.

"Bebaskan para pelajar di Sanchaung," teriak orang-orang di jalan-jalan, di distrik-distrik di seluruh Yangon, tempat protes yang berlangsung selama lebih dari sebulan, menentang kudeta 1 Februari yang menggulingkan pemimpin terpilih Myanmar, Aung San Suu Kyi.

Baca Juga: Presiden Jokowi: BPPT Harus Jadi Pusat Kecerdasan Buatan Indonesia

Baca Juga: Sempat Terpapar Covid-19, Rina Nose Mengaku Awalnya Karena Tersedak Nasi

Di beberapa daerah, saksi mata menyatakan polisi menggunakan granat setrum dan melepaskan tembakan untuk mencoba membubarkan pengunjuk rasa, seperti PortalLebak.com kutip dari Reuters, Selasa 9 Maret 2021.

Video di media sosial yang menyiarkan langsung situasi dari Sanchaung, memperlihatkan para pengunjuk rasa berlarian di antara rumah-rumah saat granat setrum diledakkan.

"Hampir 200 para pemuda yang berunjuk rasa diblokir oleh polisi dan tentara di sana. Masyarakat lokal dan internasional perlu membantu mereka sekarang! Tolong," kata salah satu pemimpin pengujuk rasa, Maung Saungkha, di Twitter.

Baca Juga: Meghan Markle Ungkap Perilaku Rasisme Keluarga Kerajaan Inggris

Baca Juga: Fans BLACKPINK Minta YG Entertainment Stop Sabotase Lisa

Kedutaan Besar Amerika Serikat pun mengeluarkan pernyataan: "Kami meminta pasukan keamanan, untuk mundur dan mengizinkan orang pulang dengan selamat." Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Myanmar dan Kedutaan Besar Inggris juga membuat seruan serupa.

Di Jenewa, kantor hak asasi manusia PBB menyuarakan keprihatinan yang mendalam tentang nasib para pengunjuk rasa yang terperangkap di Sanchaung. Kepala hak asasi Michelle Bachelet mengatakan mereka harus diizinkan pergi dengan selamat dan tanpa pembalasan.

Sementara itu, seorang juru bicara junta Militer, tidak menjawab panggilan saat dimintai keterangan ke media massa.

Baca Juga: Ikatan Cinta 8 Maret 2021: Aldebaran Tahu Reyna Hampir Hilang Karena Ulah Elsa, Bagaimana Reaksinya?

Baca Juga: Asyik, Ada Fasilitas Pengisian Kendaran Listrik Umum di Rest Area Jalan Tol

Sedangkan polisi Myanmar menegaskan mereka akan memeriksa daftar registrasi keluarga di daerah itu untuk memeriksa jika ada orang luar terlibat dalam aksi. Polisi mengancam akan melakukan tindakan terhadap siapa pun yang tertangkap menyembunyikan pengunjuk rasa.

Televisi negara MRTV mengumumkan: "Kesabaran pemerintah telah habis dan ketika mencoba untuk meminimalkan korban dalam menghentikan kerusuhan, kebanyakan orang Myanmar ingin negara stabil dan menyerukan tindakan yang lebih efektif terhadap para perusuh."

Data Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan, lebih dari 50 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan Myanmar, dalam upaya junta Militer untuk membungkam para pengunjuk rasa.

Baca Juga: Ini 4 Buah yang Bisa Menghilangkan Bekas Jerawat di Wajah

Baca Juga: Hari Ini Target Vaksinasi Tahap Pertama Akan Diberikan Kepada 500 Anggota Paspampres

Pengunjuk rasa yang menuntut pembebasan Suu Kyi dan tahanan lainnya, serta menghormati pemilihan umum Myanmar, yang dimenangkannya tahun lalu.***

Editor: Dwi Christianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x