"Kami berevolusi untuk hidup dengan Covid, respons Covid-19 UKHSA akan beralih dari pendekatan pengetatan kegiatan, menjadi fokus pada melindungi yang rentan," seperti kebijakan yang terdapat di makalah berjudul "Visi UKHSA COVID-19 - DRAFT".
"Kami akan memastikan bahwa respons kami di masa depan lebih praktis, fleksibel, dan nyaman bagi warga dan memberikan nilai bisnis," tambahnya.
Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 27 Januari 2022: Jessica Benci dan Jebak Iqbal, Nasib Irvan di Ujung Tanduk
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, selama masa kepemimpinannya, telah terdapat 150.000 angka kematian akibat virus corona.
Angka ini menempati urutan ketujuh di dunia, sehingga pada bulan Desember 2021 Inggris menerapkan pembatasan "Rencana B" yang membuat marah anggota parlemen.
Apalagi saat polisi Inggris menyelidiki pertemuan di kantor Boris selama penguncian Covid, yang jelas-jelas melanggar aturan yang dia terapkan sendiri.
PM Boris Johnson juga menghadapi krisis terbesar dalam karirnya, karena banyak anggota parlemen Inggris mendesak, dia harus mengembalikan kehidupan ke keadaan hampir normal.
Anggota parlemen konservatif Andrew Bridgen mengatakan kepada Reuters bahwa pembatasan Covid-19 lebih lanjut "tidak mungkin, tidak perlu, dan tidak mungkin secara politik".
Johnson sendiri mengatakan kepada anggota parlemen minggu lalu: "Ketika Covid menjadi endemik, kita perlu mengganti persyaratan hukum dengan saran dan bimbingan."