Rasiani Amelia: Triangulasi Antara Agama, Perempuan, dan Tubuh

- 9 Maret 2024, 11:00 WIB
Rasiani Amelia, aktivis perempuan dan founder Narasikita.
Rasiani Amelia, aktivis perempuan dan founder Narasikita. /Foto: Instagram/@rasiamelllll/


PORTAL LEBAK - Agama merupakan suatu keyakinan yang dianut oleh satu individu. Meski begitu, bukan berarti setiap insan menjadikan agama sebagai suatu hal yang tidak terbantahkan dalam kehidupannya.

Malah, kehadiran agama dan akal sehat manusia seharusnya dipertemukan dalam kajian-kajian yang bisa memberikan penjelasan yang memiliki jejak maupun yang diterima, dalam konteks kehidupan manusia saat ini.

"Yang terjadi di masyarakat malah sebaliknya, bahkan antar umat Islam pun saling merasa paling benar dan yang lain dianggap sesat," ungkap Rasiani Amelia, aktivis perempuan dan founder Narasikita, dilansir PortalLebak.com dari Instagram @rasiamelllll akun pribadinya.

Baca Juga: Komnas Perempuan Apresisiasi Penanganan Kasus Penahanan PRT di Jakarta Barat

Tentang perempuan muslim tidak akan lepas dari stigma "kamu bukan perempuan baik" jika tak menggunakan kerudung, "keimananmu tidak sempurna" jika belum berhijab.

Simbol kain yang menutup kepala itu dijadikan identik sebagai kelembutan perempuan. Padahal, menurut Rasiani Amelia, label tersebut tidak sepenuhnya benar.

Al-Qur'an bukanlah kitab mode! Terlalu remeh menyertakan kesalehan perempuan dengan selembar kain tipis di kepala. Terlalu receh meletakkan kesalahan perempuan pada gaya dan warna rambutnya.

Baca Juga: Prabowo Bersumpah Melindungi Hak-hak Perempuan dan Dorong Kesetaraan

"Masalah yang datang silih berganti dalam hidup, dalam konteks pemecahannya yang terkait spiritualis, tidak ada kaitannya dengan jilbab yang tebal maupun tipis," tegasnya.

Amel menilai, betapa tidak rasionalnya ketika seorang Perempuan mendapatkan pelecehan mereka juga yang disalahkan, dengan dalih pakaian yang tidak beretika sebagai seorang Muslim, jilbab bukan cuma dijadikan patokan ketakwaan seseorang.

"Namun jika hal tersebut (jilbab-Red) dirancang untuk dijadikan sebagai pelindung, agar perempuan terlindungi dari pelecehan. Hak keamanan yang seharusnya didapatkan tanpa syarat itu, dijadikan bisnis para kapitalis agar "PUAN" tetap tunduk pada TUAN," papar Amel.

Baca Juga: Yayasan Pasti Bisa 'Merawat Indonesia': Kami Bantu Anak Kurang Mampu dan Yatim Piatu Berbakat, Ini Caranya

Nasib Perempuan Kian Miris di Dunia Maya

"Dan pada kenyataannya, mereka diam terkatup terhadap kasus pelecehan seksual yang terjadi pada perempuan-perempuan berpakaian tertutup," pungkasnya.

Sebagian pemuka agama di sosial media yang tidak terhitung jumlahnya, Amel menyatakan, mereka selalu mengibaratkan perempuan seperti permen. Permen yang tidak terbungkus tidak akan ada yang mau memungutnya, sedangkan permen yang terbungkus dengan kemasan yang cantik akan menjadi rebutan dijual dengan harga yang mahal.

"Apakah perempuan itu permen? Bagaimana perempuan bisa disimbolkan dengan permen? Sebuah pengibaratan yang sangat murahan untuk sekelas makhluk yang Tuhan muliakan," tegasnya.

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Ganjar Pranowo Kirim Pesan Soal Promosi Bintang 4 Prabowo Subianto?

"Dari awal narasi itu ada sudah menunjukkan bahwa perempuan dianggap makhluk sasaran dan objek seksual, nilainya disetarakan dengan permen," imbuhnya.

Hadis misoginis, menurut Rasiani Amelia, menjadi senjata anarkis untuk menghipnotis dalam dakwah yang tidak rasionalis dan terkesan patriarkis telah banyak ditelan manis-manis.

Peran perempuan dianggap sebagai komplementer. Sebutan "ustadz YouTube" yang terlalu banyak jumlahnya, sama sekali tidak satu pun dari mereka yang menyajikan dalil ramah perempuan.

Baca Juga: Tiga Korban Longsor Banjir di Padang Pariaman Ditemukan Tewas, 2.958 Warga Terpaksa Mengungsi

Ustadz-Ustadz itu, tidak pernah menyinggung betapa besar tantangan gerakan perempuan menghadapi khotbah Jumat karena perempuan sendiri tidak bisa menginterupsi ide dan gagasan di dalamnya.

Dari kebanyakan mereka laki-laki yang menyatakan dirinya saleh, tidak pernah terdengar ramah mengangkat isu perempuan, tapi selalu pandai mengungkap kata-kata narasi pujaan nuansa penghormatan palsu "berhijab lah wahai perempuan, kami ini ingin memuliakan kaum perempuan".

Bagaimana seorang makhluk Tuhan baru berkeinginan memuliakan seorang perempuan sedangkan yang sudah jauh-jauh abad Tuhan sudah memuliakannya? Kemanakah orang yang menggaungkan tentang isu perempuan.

"Tulisan ini saya dedikasikan untuk Hari Perempuan Internasional, pada hari Jum'at, 8 Maret 2024," jelas Rasiani Amelia.***

Editor: Dwi Christianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah