Tapi Fatma Ali memiliki cita rasa remaja yang sungguh beda. Sangat beda. Sungguh sangat sangat beda.
Di usianya yang baru memasuki tiga belas tahun dia telah melakukan sesuatu yang tak banyak anak muda melakukannya, bahkan termasuk kita, orang tua.
Fatma seakan menjungkirbalikkan fakta, bahwa tak semua anak remaja materialistik adanya. Fatma menghancurkan kontruksi yang terasa angkuh itu.
Dia melawan mainstream yang kini banyak diikuti atau bahkan digandrungi oleh kalangan remaja. Dia melawan, kokoh dan gigih. Yang dia lawan adalah dirinya sendiri dan konstruksi pandang kebanyakan manusia yang dia lakukan tentu saja dengan cara tak mudah.
Fatma mendonasikan tabungan ulang tahunnya untuk pembangunan Mesjid Laa Tahzan. Mesjid Pondok Pesantren Alqudwah yang dia impi dan rindu. Jumlahnya terbilang sangat besar untuk anak sesuai dia. 10.000.000 rupiah. Sepuluh juta. Nilai yang tidakk kecil. Namun kebesaran jiwanya telah membuat dia rela melepas tabungannya itu.
Ini dia lakukan untuk kedua kalinya. Dengan jumlah yang sama.