Ngasiman Djoyonegoro yang kerap dpanggil Simon menilai, maraknya penggunaan media sosial (medsos) saat ini, mengakibatkan penyebaran disinformasi, berita hoax bahkan agitasi yang mengarah polarisasi masyarakat, kian berpeluang, di Pemilu 2024.
Menurut Simon, faktor utama mencuatnya politik identitas yakni munculnya pemahaman yang belum tuntas demi menjaga toleransi serta eksistensi identitas di NKRI.
Selanjutnya, literasi digital masyarakat yang rendah, adanya kecerobohan atau kesengajaan para pihak dan elit politik tertentu untuk menyebar komunikasi yang menyinggung psikologi massa.
Simon berpandangan bermacam-macam inovasi pelayanan Polri bisa dioptimalkan agar antisipasi ini tercipta. Contohnya, Polri mempunya program Dumas Presisi (Pengaduan Masyarakat) online, kegiatan “Jumat Curhat,” call center 110, SuperApp Presisi Polri termasuk patroli siber.
Program-program Polri itu bisa dimanfaatkan semaksimalnya agar teridentifikasi, menjaring persoalan, membongkar kasus yang mencuat, sekaligus pengaduan ke Polri yang dilakukan masyarakat.
“Sebagai pengamat dan akademisi saya menilai keseriusan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo melalui visi “Polri Presisi” mengembalikan peran dan fungsi Polri di tengah masyarakat,” ucap Simon yang menjabat Rektor Institut Sains dan Teknologi (ISTA) Al-Kamal, Jakarta.
Baca Juga: Ada Beasiswa Indonesia Bangkit, Pendaftaran Seleksi Diperpanjang Hingga 10 Juli 2023
“Meski demikian saya percaya, Polri sudah mengantisipasi melalui berbagai tindakan pencegahan serta pelayanan publik, baik proaktif serta lewat penerimaan aduan masyarakat,” papar Simon.
HUT Polri ke-77 Diwarnai Peluncuran Buku