Sebab, kata Puan, perundungan bisa disebabkan oleh banyak faktor, baik dari lingkungan sekitar maupun dalam keluarga, penanganannya tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri karena saling bergantung.
“Dalam banyak kasus, ternyata pelaku melakukan bullying karena merekalah korbannya. “Kurangnya sistem pendukung dan konten gratis di media sosial mungkin menjadi penyebabnya,” katanya.
Pada saat yang sama, tambahnya, dampak bullying dapat menyerang anak secara psikologis dan fisik, sehingga berpotensi menyebabkan mereka mengalami depresi hingga meninggal dunia atau melakukan tindakan nekat lainnya.
Menurutnya, banyaknya kasus perundungan yang muncul belakangan ini membuat Indonesia saat ini berada dalam kondisi darurat terkait perundungan.
Mulai dari kasus siswa yang matanya tertusuk bakso cilok hingga mengakibatkan buta, disusul kasus siswa SMA di Cilacap, Jawa Tengah, di-bully hingga menyebabkan tulang rusuk korban patah.
Untuk itu Puan meminta pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat program untuk mengembangkan karakter positif peserta didik melalui pendidikan akhlak dan budi pekerti, karena Pendidikan tidak hanya berkaitan dengan faktor akademik saja.
“Padahal, penanaman moralitas melalui pendidikan karakter sangat diperlukan bagi anak-anak kita agar mereka dapat menjadi generasi penerus bangsa yang bermartabat, berbudaya, beretika, dan berkarakter kuat. orang-orang yang berkelakuan baik,” katanya.
Ia meminta pemerintah memetakan faktor-faktor yang melatarbelakangi meningkatnya insiden bullying di tanah air, dimana tercatat 226 insiden bullying pada tahun 2022, berdasarkan data Komisi Perlindungan Manusia Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Pekerja Guru Indonesia (FSGI).