PORTAL LEBAK - Technology-Facilitated Gender-Based Violence (TFGBV) atau Kekerasan Berbasis Gender yang Difasilitasi Teknologi, menjadi masalah serius dan memengaruhi banyak person di Indonesia, terlebih di konteks kehadiran digital yang makin meluas.
Salah satu penelitian multi-negara yang dilaksanakan Rutgers ‘Decoding Technology-facilitated Gender-based Violence – A Multi-country Study of The Nature of TFGBV and The Effectiveness of Interventions’ menjelaskan TFGBV tak hanya terbatas pada kekerasan dalam jaringan (online).
Namun TFGBV berpotensi pula meluas ke kekerasan di luar jaringan (offline), seperti yang terjadi pada kasus-kasus pelecehan seksual dan penganiayaan berbasis digital. Studi yang melibatkan berbagai Negara antara lain Uganda, Jordan, Rwanda, Lebanon, Afrika Selatan, dan Indonesia ini diluncurkan pada Sesi Komisi Dewan Hak Asasi Manusia (Human Rights Commissions Session) di Jenewa, 27 Juni 2024.
Baca Juga: Pertamina Bebas Tugaskan Arie Febriant Pegawai yang Viral Akibat Meludahi Perempuan
Salah satu temuan utama dari studi ini yakni walaupun Indonesia mempunyai kerangka hukum yang melingkupi sejumlah aspek TFGBV, tapi tetap ada kesenjangan nyata dipenerapan dan perlindungan terhadap korban.
Studi sekaligus menyoroti adanya budaya patriarki serta peran gender yang dipaksakan secara sosial ala pendorong utama TFGBV di Indonesia. Pandangan ini terungkap pada kasus-kasus melanda korban TFGBV, khususnya perempuan yang kerap mengalami kesulitan melaporkan kasusnya, karena takut dikriminalisasi oleh hukum yang seharusnya melindungi mereka.
Proyek Manajer Generation Gender, Yayasan Gemilang Sehat Indonesia Nani Vindanita mengungkapkan "Studi multi-negara ini menyoroti bahwa TFGBV taj hanya terbatas di ruang digital, namun menyebabkan efek psikologis serta sosial luas terhadap individu dan warga keseluruhan".
Baca Juga: Rasiani Amelia: Triangulasi Antara Agama, Perempuan, dan Tubuh
"Kesimpulan dari penelitian ini termasuk menggaris-bawahi perlunya langkah-langkah konkret demi melindungi korban TFGBV sekaligus menaikkan kesadaran soal bentuk-bentuk kekerasan ini di Indonesia," ungkap Nani.