Perang Rusia Ukraina Picu Kenaikan Inflasi, Sri Mulyani Sebut Dunia Berencana Menaikan Suku Bunga

24 Mei 2022, 12:21 WIB
Jika inflasi meningkat, maka krisis ekonomi ancam Indonesia /Image by Markus Winkler from Pixabay

PORTAL LEBAK - Pemerintah pusat di bawah arahan Presiden RI Joko Widodo terus berusaha keras memperbaiki ekonomi dalam negeri yang terpuruk dalam 2 tahun terakhir.

Ekonomi nasional terlihat terus mengalami perubahan ke arah lebih baik dan upaya pemulihan oleh pemerintah pusat juga masih terus dilakukan selama virus corona masih berstatus pandemik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan perbaikan yang saat ini berlangsung sangat pelan diakibatkan oleh beberapa tantangan.

Baca Juga: STPI Bersama YPJ Gelar Pelatihan Para Editor Media dari DKI dan Jawa Barat Tentang TBC di Bandung

Tantangan ini tidak hanya dirasakan oleh Indonesia tapi semua negara di dunia menghadapi tantangan yang sama beratnya dan mempengaruhi ekonomi nasional di setiap negara.

Menkeu Sri Mulyani pun membeberkan ada tiga hal yang menjadi tantangan berat bagi Indonesia dalam melanjutkan pemulihan ekonomi nasional, yaitu, kenaikan inflasi yang tajam, suku bunga tinggi, dan potensi pelemahan ekonomi.

"Yaitu, inflasi global yang tinggi, suku bunga tinggi, dan potensi pelemahan ekonomi. Ini yang harus kita waspadai," kata Sri Mulyani saat pelaksanaan APBN Kita Edisi April 2022, dikutip PortalLebak.com dari laman Kemenkeu, 23 Mei 2022.

Baca Juga: Perubahan Warna Plat Nomor Kendaraan Bermotor Segera Diterapkan Polri

Lebih lanjut Menkeu menyampaikan krisis kesehatan yang masih memberikan dampak kepada Indonesia kini dihadapkan dengan krisis global yang meningkat dari perang antara Rusia dan Ukraina.

Perang Rusia Ukraina telah menimbulkan spillover effect kepada negara-negara yang bergantung pada kedua negara yang berperang tersebut, seperti contohnya kenaikan barang-barang pangan hingga energi.

Lebih parahnya lagi perang tersebut telah membuat supply disruption atau gangguan pasokan yang memicu inflasi karena stok atau suplai berkurang.

Baca Juga: Tiga Unsur Pemegang Polis Komitmen Kawal Kinerja BPA AJB Bumiputera 1912 yang Baru Terbentuk

Menurut Sri Mulyani, perang yang terjadi pertama kali pada 24 Februari 2022 itu akan terlihat dampaknya pada kuartal kedua (Q2). Untuk negara-negara yang mungkin kurang beruntung telah merasakannya pada Q1.

"Jadi kita lihat pertumbuhan ekonomi di berbagai negara mengalami tekanan, nanti akan terlihat terutama di kuartal kedua. Kita lihat di berbagai negara sekarang ini kuartal satunya sudah mengalami penurunan yang cukup konsisten across region," ungkapnya.

Menkeu menyebut ada beberapa negara yang mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi, Meksiko hanya tumbuh 1,6 persen (year on year/yoy), Taiwan 3,1 persen yoy, Korea 3,1 persen yoy, Singapura 3,4 persen yoy, Amerika Serikat 3,6 persen yoy, dan China 4,8 persen yoy.

Baca Juga: Eskpor Minyak Goreng Dibuka, Ini Syarat dari Presiden Jokowi

Tensi geopolitik yang belum mereda di benua Eropa saat ini seperti yang disebutkan sebelumnya telah membuat lonjakan harga barang komoditas pangan dan energi.

Kenaikan harga barang komoditas berkisar antara 15 persen sampai 126 persen, pada barang komoditas seperti kedelai, gandum, jagung, minyak sawit (CPO), Brent, batu bara, dan gas alam yang mengalami kenaikan tertinggi mencapai 125,8 persen.

"Jadi ini seluruh komoditas yang sangat menentukan daya beli yaitu energi dan pangan. Seluruh dunia tidak terkecuali mengalami imbas dengan kenaikan yang sangat tajam," jelas Menkeu.

Baca Juga: Pemerintah Galang Dana Melalui Sukuk Ritel Berbasis Syariah Seri SWR003 dengan Imbalan Sebesar 5,05 Persen

Harga kenaikan barang komoditas tersebut dirasakan langsung oleh masyarakat di berbagai negara, hingga mengakibatkan inflasi melonjak tinggi.

Pada negara-negara emerging market atau negara dengan ekonomi per kapita sedang menuju level menengah, kenaikan inflasi berkisar antara 4,8 persen (Korea Selatan) sampai 7,7 persen (Meksiko) dan 7,8 persen (India).

Sedangkan inflasi di negara-negara maju terasa sekali peningkatannya, misalnya AS 8,4 persen, Inggris 9 persen, Brasil 12,1 persen, dan Rusia 17,8 persen.

Baca Juga: Agenda Kedatangan Elon Musk Terkait Tesla dan SpaceX, Indonesia Bakal Bangun Pusat Peluncuran Roket di Biak

Dengan kondisi inflasi yang melonjak tersebut, cara yang dilakukan negara-negara terdampak adalah akan menahan peningkatannya dengan menaikan suku bunga.

"Jadi kita bisa melihat bahwa negara-negara ini kemungkinan akan melakukan kenaikan suku bunga dengan kalau inflasinya tidak terkendali kemungkinan sangat tinggi," pungkas Menkeu.

"Dan ini untuk Amerika Serikat sudah diumumkan. Eropa yang selama ini juga 0 persen sekarang dengan inflasi 7,4 persen sudah mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka akan melakukan adjustment kenaikan suku bunga," tambahnya.***

Editor: Jefry Agustinus Alexander B

Sumber: kemenkeu.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler