SKK Migas: Prioritas Komersialisasi Migas Demi Penuhi Kebutuhan Nasional atau Dalam Negeri

- 29 Maret 2024, 15:38 WIB
Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas, Rayendra Sidik, saat diskusi dengan Media, Kamis 28 Maret 2024.
Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas, Rayendra Sidik, saat diskusi dengan Media, Kamis 28 Maret 2024. /Foto: Handout/Humas SKK Migas/

PORTAL LEBAK – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terus berupaya meningkatkan komersialisasi migas dari blok besar gas alam ditemukan beberapa waktu lalu. Tentu saja produksi migas nasional saat ini menjadi prioritas utama untuk memenuhi kebutuhan nasional.

Hal ini terlihat dari kebijakan pemerintah yang mewajibkan produsen minyak untuk memasok terlebih dahulu produksi minyaknya ke Pertamina.

Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas, Rayendra Sidik, mengatakan, melalui Permen ESDM 18/2021 Tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri telah diatur para produsen wajib menawarkan terlebih dahulu ke Pertamina atau badan usaha pemegang izin usaha pengolahan minyak, di dalam negeri.

Baca Juga: Industri Hulu Migas Setujui Perubahan PoD I ladang minyak Ande-Ande Lumut, Percepat Tingkatkan Investasi

Karena terdapat ketentuan yang harus dilakukan terlebih dahulu oleh produsen, permintaan kepada Pertamina atau organisasi komersial yang memiliki izin eksploitasi dan pengolahan minyak nasional.

“Oleh karena itu, minyak wajib disuplai ke Pertamina, jika tidak memungkinkan karena alasan lain seperti harga atau perjanjian teknis, khususnya kilang tidak bisa menerima minyak baru untuk 'diekspor'," kata Rayendra pada diskusi media bersama SKK Migas, bertema ‘Proses Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi’, di Jakarta, Kamis 28 Maret 2024.

Menurut dia, hanya ada 2 jenis minyak yang diekspor secara langsung dan tidak dalam jumlah besar, karena minyak dengan kandungan minyak yang sangat tinggi.

Baca Juga: BPH Migas Dorong Pemerintah Daerah Percepat Program BBM Satu Harga

kandungan sulfur tentunya tidak dapat diolah di kilang dalam negeri.
Selain minyak bumi, sebagian besar gas bumi juga diproduksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Berdasarkan data SKK Migas, dari 5.528,61 BBTUD, 23,35 persen penyaluran gas bumi dilakukan dalam bentuk LNG dan 8, Sebesar 7 persen diekspor melalui pipa, sisanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Proporsi gas untuk industri sebesar 26,85 persen, pupuk 12,48 persen, listrik 12,6 persen, LNG domestik 9,91 persen, kebutuhan pengisian bahan bakar minyak 4,26 persen, LPG 1,46 persen dan untuk jaringan gas 0,28 persen dan BBG 0,11 persen.

Baca Juga: Jasa Marga Pantau Lalu Lintas Di Ruas Tol Jabotabek dan Jawa Barat pada Masa Libur Panjang Wafatnya Yesus Kris

Rayendra mencontohkan produksi LNG, misalnya selain produk yang dikontrak, sisa produksi LNG pasti akan disuplai ke konsumen dalam negeri.

“Seperti tahun ini, awalnya kami memperkirakan tidak ada kargo LNG yang tidak terikat, namun di tengah jalan, karena satu dan lain hal, sekitar 3-4 kargo LNG yang tidak terikat telah berkomitmen," ucap Rayendra.

"Kita langsung usulkan dulu di tingkat nasional. Pupuk, industri tenaga listrik dan industri lainnya. Ternyata tidak ada yang terserap, sehingga langsung kami jual di tempat,” jelasnya.

Baca Juga: Bakamla RI dan Tim SAR Gabungan Masih Mencari Awak Kapal yang Alami Musibah di Kei Besar

Rayendra kemudian menyebutkan komersialisasi gas bumi memiliki tantangan yang lebih besar dibandingkan minyak, yaitu penyerapan pasar dan infrastruktur.

Ia menyatakan, gas bumi yang sudah diproduksi harus “segera didistribusikan, sehingga sebelum diproduksi pasarnya harus sudah siap dan untuk mendistribusikannya perlu ada infrastruktur yang bisa menyalurkannya langsung ke konsumen”.

Untuk itu perlu dilakukan pembangunan infrastruktur pipa gas. Saat ini beberapa jaringan pipa gas masih belum tersambung yaitu Cirebon-Semarang, Dumai-Sei Mangke dan ke Batam. Rayendra menambahkan, tugas pemasaran gas lainnya adalah membangun kilang LNG.

Baca Juga: Presiden Jokowi Berbincang dengan Prabowo-Airlangga, di Sela-sela Acara Buka Puasa

“Penemuan gas memang banyak terjadi di wilayah timur Indonesia, sedangkan kebutuhan di wilayah barat Indonesia cukup besar. Oleh karena itu, diperlukan kilang LNG untuk dapat memenuhi permintaan tersebut,” lanjutnya.

"Upaya menciptakan pasar gas bumi dalam negeri merupakan tantangan tersendiri. Pasalnya, konsumsi gas alam dalam negeri tidak mengalami peningkatan signifikan dalam sepuluh tahun terakhir," tambahnya.

Sementara itu, Kepala Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi Suryodipuro mengatakan pemasaran migas harus dilakukan secara transparan dan hati-hati.

Memang benar, industri hulu migas memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan pembangunan perekonomian negara.

Baca Juga: Nasib STY Latih Timnas Ditentukan Usai Piala Asia U-23 2024

“Harus diakui bahwa tidak semua kalangan memahami cara kerja komersialisasi migas. Oleh karena itu, terdapat kesalahpahaman bahwa jika ada penemuan, otomatis akan ada keuntungan materi yang signifikan," papar Hudi Suryodipuro.

"Meski tidak sesederhana itu, ada masih ada proses dan prosedur yang harus diikuti sebelum penemuan ini dapat diproduksi dan dikomersialkan,” ujarnya.***

Editor: Dwi Christianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x