Menyoal Pajak Pulsa, Anggota DPR RI Heri Gunawan: Rakyat Masih Dibelit Kesulitan

31 Januari 2021, 19:51 WIB
Heri Gunawan, Anggota Komisi XI DPR RI /Foto : Laman Resmi DPRRI/

PORTAL LEBAK -  Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan memberikan respon seputar kabar Pajak Pulsa yang akhir-akhir ini muncul ke permukaan publik setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.03/2021.

Heri berpandangan bahwa saat ini rakyat masih dibelit kesulitan menghadapi pandemi Covid-19. Tidak semestinya aturan yang sangat bersentuhan dengan kebutuhan rakyat kecil ini dikeluarkan, walau di sisi lain pemerintah sudah mengucurkan stimulus.

Ia menyerukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.03/2021 untuk ditinjau ulang, karena akan membebani rakyat. PMK ini berisikan penarikan pajak PPN dan PPh atas penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucher dan mulai berlaku efektif 1 Februari 2021.

Baca Juga: Sinergi 3 Pilar, Petugas Patroli Skala Besar Disiplin Prokes di Banten Hingga Malam Hari

Baca Juga: Kapolri Listyo Sigit Silaturahmi ke Panglima TNI, Perkuat Sinergitas dan Soliditas TNI Polri

Selain itu, di saat pemerintah sedang tegas memberlakukan PPKM dan PSBB yang secara logika ini akan menambah pengeluaran dalam hal kebutuhan pulsa karena harus Work From Home tentunya akan berimbas pada pengeluaran.

“Masyarakat pun harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli pulsa dan token listrik dalam rangka WFH (work from home) dan belajar daring," kata Heri Gunawan yang PortalLebak.com kutip dari publikasi pada 30 Januari 2021 dari laman resmi DPR RI.

Hergun memahami, pendapatan pajak anjlok di tahun 2020. Realisasi sementara pajak 2020 hanya mencapai Rp1.070 triliun meleset dari target APBN-Perpres 72/2020 sebesar Rp1.198,8 trilun atau hanya terealisasi 89,3 persen saja. Namun, bukan berarti itu menjadi dasar untuk memungut pajak dari pulsa, kartu perdana, token dan voucher.

 Baca Juga: Panglima TNI dan Kapolri ke Pasar Tanah Abang, Edukasi Prokes ke Masyarakat

Baca Juga: Beasiswa S2 Kementerian Kominfo Tahun 2021 Dibuka, Ini Syaratnya

Meskipun pemerintah berdalih bahwa pemungutan pajak tersebut hanya akan menyasar sampai distributor tingkat dua, namun tetap saja dalam praktiknya akan berdampak pada konsumen. Saat ini di tingkat eceran terbawah, distributor memungut harga Rp1.000 hingga Rp2.000. Misalnya, ia mencontohkan, membeli pulsa Rp10.000, maka konsumen akan dikenakan harga Rp12.000.

“Kita tidak ingin nanti setelah pemberlakukan pemungutan pajak, konsumen akan membayar Rp13.000 untuk pembelian pulsa Rp10.000. Marginnya makin lebar. Ini sangat memberatkan rakyat,” keluh Heri yang juga Kapoksi Gerindra di Komisi XI itu.

Di sisi lain, Hergun melihat, pungutan pajak token listrik ini sangat lucu. Dulu pemerintahlah yang memaksa rakyat bermigrasi dari model pembayaran pascabayar ke model prabayar atau token.

Baca Juga: Kini Dwelling Time Pelabuhan Jayapura Hanya 2 Hari, Sebelumnya 1 Pekan

Baca Juga: Harimau Sumatera Bernama Danau Putra Sembuh dan Dibebasliarkan, Sebelumnya Terkena Jerat Babi

Saat ini mayoritas konsumen PLN sudah menggunakan model prabayar. Namun, bila saat ini tiba-tiba pembelian token akan dipungut pajak, itu artinya pemerintah telah menjebak rakyat.

“Pemerintah mestinya berterima kasih kepada rakyat yang sudah berkonstribusi terhadap pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi selama pandemi. Sektor infokom mampu menjaga pertumbuhan positif saat sektor-sektor lain mengalami konstraksi,” kata pria yang akrab dipanggil Hergun.

Pada kuartal II-2020, sektor infokom mampu tumbuh 10,83 persen (yoy) dan kuartal III-2020 tumbuh 10,61 persen (yoy). Selain itu, sektor infokom juga memiliki porsi yang cukup besar pada struktur PDB di kuartal II dan III-2020, yaitu masing-masing 4,66 persen dan 4,56 persen, lebih tinggi dibanding sektor jasa keuangan dan asuransi, transportasi, pergudangan, akomodasi, makan minum, dan lain-lain.

Baca Juga: Jual Via Online, Pelaku Pembuat Kosmetik Ilegal di Bekasi Dibekuk Polisi, Ini Nama Produknya

Baca Juga: Presiden Jokowi: NU majukan peradaban dunia dengan spirit Islam Nusantara

“Pemerintah tidak boleh berlaku diskriminatif. Di satu sisi mengucurkan berbagai insensif perpajakan kepada perusahaan-perusahaan besar. Namun, pada waktu bersamaan makin intensif memungut pajak dari rakyat kecil,” kata legislator asal dapil Jawa Barat IV ini.

Komisi XI sendiri tambah Hergun, akan membongkar persoalan perpajakan ini dengan membentuk Panja Pajak. Ini bentuk ketidakpuasan terhadap Menkeu atas laporan penerimaan pajak.***

 

 

 

 

Editor: Didin

Tags

Terkini

Terpopuler