Tiga Formula Presiden Jokowi Tingkatkan Produksi Nasional Demi Hapus Impor Kacang Kedelai

19 September 2022, 20:00 WIB
Petani beraktivitas di areal tanaman kedelai di Kabupaten Pangandaran. Produktivitas kedelai wilis di Pangandaran tercatat hanya 13,8 kuintal per hektare karena petani kurang berminat menanam tanaman bahan pembuatan kecambah tersebut. /kabar-priangan.com/Agus K/

PORTAL LEBAK - Presiden Joko Widodo ingin terus dorong produksi kacang kedelai nasional hingga 100 persen untuk penuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.

Keinginan Presiden Jokowi ini diutarakan langsung di hadapan para menterinya saat memimpin rapat soal tata kelola dan peningkatan produktivitas kedelai nasional di Istana Merdeka hari ini, 19 September 2022.

Presiden ingin kebutuhan kacang kedelai nasional ditingkatkan agar tidak lagi mengandalkan impor dan seluruh kebutuhan dalam negeri dipasok oleh petani dalam negeri.

Baca Juga: Keluhan SBY Partai Demokrat Dijegal, DGP: SBY Bukan Turun Gunung Tapi Terpeleset ke Jurang Politik

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan dari total kebutuhan kedelai dalam negeri yang berjumlah 2,4 juta ton tersebut, ternyata pasokan dari produsen lokal trennya terus menurun.

"Bapak Presiden ingin agar kedelai itu tidak 100 persen tergantung impor karena dari hampir seluruh kebutuhan yang 2,4 (juta ton) itu produksi nasionalnya kan turun terus," kata Airlangga Hartarto, seperti dikutip PortalLebak.com dari laman resmi Presiden, 19 September.

Bersamaan dengan permintaan itu Presiden membeberkan formula yang dia miliki untuk dapat meningkatkan pasokan kedelai nasional dari petani dalam negeri yang mulai enggan menanam kedelai.

Baca Juga: Aksi Koboi Viral: Pengemudi Mobil Fortuner Berplat Nomor Dinas Pemerintahan Menodongkan Pistol di Jalan Tol

Pertama, Presiden Jokowi menginstruksikan jajarannya, khususnya BUMN, untuk membeli kedelai dari petani dengan harga yang akan ditentukan supaya tidak merugikan petani.

"Jadi untuk itu, untuk mencapai harga itu nanti ada penugasan dari BUMN agar petani bisa memproduksi. Itu di harga Rp10.000 (per kilogram)," ucap Airlangga.

Diketahui menurunnya kontribusi petani dalam negeri memenuhi kebutuhan nasional salah satu faktornya dikarenakan harga kedelai tidak menguntungkan petani dalam beberapa waktu terakhir.

Baca Juga: Kecelakaan Beruntun di Tol Pejagan-Pemalang, Putra Jaksa Agung Muda Intelejen Kejaksaan Agung Meninggal Dunia

Airlangga menjelaskan petani mulai tidak berminat menanam kedelai jika harga kedelai di pasaran di bawah Rp10.000 per kg.

Padahal harga kedelai dari Amerika Serikat jauh lebih murah bagi masyarakat atau industri rumahan yang mengolah kedelai, yaitu hanya Rp7.700 per kg.

Oleh karena itu petani jadi lebih tertarik memperbanyak menanam jagung dibanding kedelai di lahan yang disediakan pemerintah maupun lahan pribadi.

Baca Juga: Panglima Bersama Yusril Ihza Mahendra Bahas Persoalan Hukum yang Membelit TNI

Arahan kedua Presiden yaitu, meminta petani untuk menggunakan bibit unggul yang telah direkayasa secara genetik atau genetically modified organism (GMO).

Dengan bibit unggul tersebut diharapkan produksi kedelai per hektare-nya bisa melonjak beberapa kali lipat.

"Dengan menggunakan GMO itu produksi per hektarenya itu bisa naik dari yang sekarang sekitar 1,6-2 ton per hektare, itu bisa menjadi 3,5-4 ton per hektare," ujar Menko Ekonomi.

Baca Juga: KASAD Jenderal Dudung Abdurachman: Stop Protes Terbuka ke Anggota DPR Effendi Simbolon

Langkah lainnya adalah pemerintah akan menyiapkan anggaran untuk menambah area lahan produktif khusus untuk menanam tanaman kedelai.

Saat ini lahan produksi kedelai tercatat hanya sekitar 150 ribu hektare, dan diharapkan dapat menjadi 300 ribu hektare dan menjadi 600 hektare pada tahun depan.

Pemerintah masih berupaya mengejar target 1 juta hektare lahan produktif dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Dengan anggaran yang telah disiapkan sekitar Rp400 miliar.

Baca Juga: Kapolri: Perintah Atasan Bisa Ditolak, Jika Melanggar Hukum dan Kode Etik Kepolisian

"Itu anggarannya sudah disiapkan sekitar Rp400 miliar dan tahun depan juga akan ditingkatkan dari 300 (ribu) menjadi 600 ribu hektare, existing sekitar 150 ribu hektare. Dengan demikian maka produksi itu, angka target produksi 1 juta hektare dikejar untuk 2-3 tahun ke depan," pungkasnya.***

Editor: Jefry Agustinus Alexander B

Tags

Terkini

Terpopuler