Sri Mulyani Sebut Pembiayaan Awal Pandemi Covid-19 Meroket, Ternyata Bisa Biayai 2 Ibu Kota Negara IKN Baru

27 Januari 2023, 06:00 WIB
Presiden Joko Widodo (tengah) berjabat tangan dengan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono (kedua kanan) disaksikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kiri), Menkeu Sri Mulyani (kedua kanan) dan Seskab Pramono Anung (kiri) usai membuka Rapat Koordinasi Nasional Transisi Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Jakarta, Kamis (26/1/2023). Presiden mengingatkan kepada seluruh pihak agar tetap waspada dalam fase transisi pascapandemi COVID-19 baik dalam penanganan kesehatan maupun pemulihan perekonomian. /Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/rwa./

"Kebutuhan pembiayaan kita pada tahun 2020 mencapai Rp1.645,3 triliun atau naik sekitar Rp900 triliun dari APBN,"

PORTAL LEBAK - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, menyatakan pembiayaan pada awal pandemi Covid-19 tahun 2020 sangat tinggi.

Bahkan Menurut Sri Mulyani, jika disampaikan ke Presiden Jokowi, istilahnya pembiayaan itu bisa membiayai dua Ibu Kota Negara (IKN) baru.

Kebutuhan pembiayaan pada awal pandemi Covid-19 atau tahun 2020, menurut Sri Mulyani sangat tinggi.

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani: Pemerintah Indonesia Komitmen Capai Net Zero Emission Tahun 2060 di Sektor Migas

"Kebutuhan pembiayaan kita pada tahun 2020 mencapai Rp1.645,3 triliun atau naik sekitar Rp900 triliun dari APBN yang sebesar Rp741,8 triliun," kata Menkeu Sri Mulyani.

"Itu sudah bisa dapat dua IKN kalau saya sampaikan ke Presiden," jelasnya, seperti dilansir PortalLebak.com dari Antara.

Sri Mulyani menejelaskan hal itu di Rapat Koordinasi Nasional Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Jakarta, Kamis, 26 Januari 2023.

Baca Juga: Perang Rusia Ukraina Picu Kenaikan Inflasi, Sri Mulyani Sebut Dunia Berencana Menaikan Suku Bunga

Kenaikan signifikan yang dalam hanya satu tahun itu tercipta, karena pendapatan negara terpukul akibat berhentinya kegiatan ekonomi, padahal belanja negara melonjak signifikan demi membantu masyarakat.

Akibatnya, Sri Mulyani mendesain defisit APBN melebar hingga Rp1.039,2 triliun atau 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun 2020, yang harus dibiayai oleh pemerintah.

Padahal sebelumnya rencana defisit APBN hanya mencapai Rp307,2 triliun atau 1,76 persen dari PDB.

Baca Juga: Anggota DPR Nilai Negara Harus Mampu Tekan Biaya Haji yang Terus Naik, Ini Caranya

Adanya perubahan target defisit dan rencana kebutuhan pembiayaan itu tak cuma diubah satu kali saja, karena kondisi dinamis pandemi Covid-19.

Tapi pada akhirnya Sri Mulyani mengungkapkan, realisasi defisit pada tahun 2020 hingga Rp947 triliun.

Sementara pembiayaan defisit termasuk tak mudah dijalankan karena pandemi ikut menekan pasar modal dan pasar obligasi.

Baca Juga: Lebih dari 160 Warga Afghanistan Tewas Akibat Cuaca yang Ekstrim Dingin

Alhasil, terjadi kesepakatan bersama Menkeu bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) agar melaksanakan pembagian beban alias burden sharing dalam pembiayaan anggaran pandemi Covid-19.

Sri Mulyani pun tak menolak, bahwa pandemi Covid-19 otomatis mengubah arah kebijakan fiskal di Indonesia serta membuat APBN jadi lebih fleksibel.

"Di situasi pandemi, kami ketika itu menyediakan berapa pun (dana) yang dibutuhkan untuk menangani Covid-19," kata Menkeu Sri Mulyani.

Baca Juga: Yamaha EZ115 Motor Bebek Rp19 Jutaan yang Bakal Turun di Ajang Malaysian Club Prix 2023

"Jadi dalam situasi pandemi Covid-19 tak ada alasan agar tidak melakukan tindakan apapun hanya karena tidak ada uang," tegasnya.***

Editor: Dwi Christianto

Tags

Terkini

Terpopuler