Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan: Produksi Minyak dan Gas Dibarengi Pengurangan Emisi Kabon

21 September 2023, 21:08 WIB
Staf Ahli Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Haruni Kirisnawati. /Foto: Handout/Humas SKK Migas/

PORTAL LEBAK – Energi fosil migas masih menjadi tulang punggung pemenuhan kebutuhan energi masa depan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah berharap para pelaku usaha di industri hulu migas dapat berinovasi dan berkontribusi dalam upaya peningkatan produksi namun juga mengurangi emisi karbon.

Emisi karbon yang harus dikurangi, berupa penangkapan, penyimpanan karbon (CCS) dan penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (CCUS).

Hal tersebut diungkapkan Staf Ahli Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Haruni Kirisnawati, saat menjadi pembicara pada 4th International Conference on Indonesian Upstream Oil and Gas (ICIUOG) 2023, di Bali, Kamis 21 September 2023.

Baca Juga: Hadapi El Nino, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Lebak: Masyarakat Harus Jaga Kebersihan Lingkungan

Berdasarkan data KLHK tahun 2019, penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia adalah perubahan penggunaan lahan dan kehutanan (LUCF) sebesar 50,13 persen dan sektor energi sebesar 34,49 persen, terutama pembangkit listrik.

Pemerintah mendukung penerapan teknologi CCS dan CCUS di Indonesia. Hal ini didasari oleh kebutuhan untuk meningkatkan produksi energi negara.

Ini sekaligus mempertimbangkan besarnya potensi yang dimiliki Indonesia dalam penerapan teknologi CCS/CCUS. Secara khusus, lapangan migas yang telah mencapai output maksimal berpotensi menyimpan sekitar 2,5 miliar ton CO2.

Baca Juga: Penambang Batubara Liar Dekat IKN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siap Jebloskan ke Penjara

Dukungan tersebut ditunjukkan melalui penerbitan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2023, khusus tentang penangkapan dan pelaksanaan karbon serta penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon pada perdagangan hulu migas.

Cara lainnya adalah dengan menciptakan mekanisme perdagangan karbon yang rencananya akan diterapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 26 September 2023.

Pertukaran karbon
Dalam pertukaran karbon, perdagangan karbon dapat dilakukan, dimana karbon yang ditangkap dan disimpan akan dipertukarkan.

Baca Juga: Dua Kemenangan di Kualifikasi Euro 2024 Tak Ubah Peringkat De Oranje di Ranking FIFA Terbaru

Menurut Haruni, untuk mewujudkan proyek besar ini, banyak kementerian, organisasi, dan peneliti yang berkolaborasi. Sebab kegiatan ini tidak hanya menangkap, menyimpan, dan menjual karbon saja, namun juga memperhitungkan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat.

“Penerapan CCS masih menghadapi banyak ketidakpastian, terutama terkait biaya penangkapan dan kompresi CO2," kata Haruni.

"Selain tantangan teknis dan ekonomi, dalam jangka panjang terdapat permasalahan lain seperti HSE. Oleh karena itu, kami berharap para pelaku usaha membantu mengantisipasi dampak yang mungkin terjadi," ujarnya.

Baca Juga: Pelatih Sepak Bola Junior dan Pelaku Pedofil Berantai Terkenal di Inggris Meninggal dalam Penjara Littlehey

Untuk mengantisipasi dampak jangka panjang tersebut, Haruni berharap penerapan kegiatan CCS di industri hulu migas akan lebih mengutamakan pemanfaatan hutan yang terdegradasi dibandingkan hutan yang sehat.

“Meskipun industri migas merupakan andalan perekonomian, industri ini juga mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mengurangi emisi karbon,” kata Haruni.***

Editor: Dwi Christianto

Tags

Terkini

Terpopuler