Remaja Putri Anemia Akibat Gaya Hidup Kurang Sehat, Berisiko Lahirkan Anak Stunting

- 22 Januari 2021, 20:37 WIB
Ilustrasi wanita hamil
Ilustrasi wanita hamil /Pixabay/

PORTAL LEBAK - Anemia atau kurang darah adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel darah merah yang sehat atau ketika sel darah merah tidak berfungsi.


Ini menyebabkan aliran oksigen berkurang ke organ tubuh, gejalanya dapat berupa kelelahan, kulit pucat, sesak napas, pusing, limbung, atau detak jantung cepat.

Perkembangan saat remaja sangat menentukan kualitas seseorang untuk menjadi individu dewasa. Masalah gizi yang terjadi pada masa remaja akan meningkakan kerentanan terhadap penyakit di usia dewasa serta berisiko melahirkan generasi yang bermasalah gizi.

Baca Juga: Paparan Covid-19 Masih Merebak, Polresta Bogor Kota Launching Program Polisi RW

Baca Juga: Banjir Kalsel, Kapolres Banjar dan Kapolres Tanah Laut Terus Bantu Warga Terdampak Musibah

Ini disampaikan oleh Plt Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat drg. Kartini Rustandi, M. Kes dalam temu media virtual Hari Gizi Nasional ke-61 bertajuk “Remaja Sehat Bebas Anemia,” pada Jumat 22 Januari 2021.

drg. Kartini Rustandi, M. Kes mengatakan,“ 3 dari 10 remaja mengalami anemia, tentu ini akan berpengaruh kepada masalah kesehatan yang selanjutnya,” kata drg. Kartini dari keterangan pers Kemenkes RI.

Pihaknya menyebutkan anemia pada remaja akan menyebabkan timbulnya masalah kesehatan seperti penyakit tidak menular, produktivitas dan prestasi menurun, termasuk masalah kesuburan.

Baca Juga: Gempa Sulbar, BNPB Minta Data Kerusakan Rumah Untuk Dapat Dana Stimulan Hingga Rp50 Juta

Baca Juga: Optimis Pemerintah Bangkit dari Resesi Ekonomi Usai Pandemi, Ini Strategi Menteri PPN

Remaja putri yang menderita anemia berisiko menjadi wanita usia subur yang anemia selanjutnya menjadi ibu hamil anemia, bahkan juga mengalami kurang energi protein. Ini meningkatkan kemungkinan melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) dan stunting, komplikasi saat melahirkan serta beberapa risiko terkait kehamilan lainnya.

Ditambahkannya,“ untuk remaja putri kami mengharapkan mereka menjadi calon-calon ibu yang sehat, sehingga pada saat mereka hamil, akan melahirkan anak-anak yang sehat, Indonesia bisa bebas stunting,” imbuhnya.

drg. Kartini mengatakan anemia pada remaja puteri disebabkan gaya hidup yang kurang sehat. Merujuk pada data Riskesdas tahun 2018, sekitar 65% remaja tidak sarapan, 97% kurang mengonsumsi sayur dan buah, kurang aktivitas fisik serta konsumsi Gula, Garam dan Lemak (GGL) berlebihan.

Baca Juga: Terdampar di Pantai Batu Belig, Bangkai Paus Bryde 13,8 Meter di Bali Dikuburkan

Baca Juga: BNPB Sebut Akibat Gempa M 7,0 Lima Rumah dan Satu Gereja Rusak di Kepulauan Talaud

Senada dengan drg. Kartini, Guru Besar Departemen Gizi FKM UI Prof. dr. Endang L Achadi, MPH., DrPH menyebutkan bahwa penyebab remaja puteri menderita anemia dikarenakan 2 hal yakni rendahnya asupan zat gizi dan meningkatnya pengeluaran zat gizi. Namun, di Indonesia sendiri, sebagian besar disebabkan oleh kurangnya zat besi.

“Rata-rata makanan penduduk Indonesia mengandung zat gizi besi lebih rendah dari yang dibutuhkan untuk membentuk Hb. Untuk itu, asupan gizi seimbang sangat penting,” kata Prof. Endang.

Dia menjabarkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi besi pada tubuh tidak hanya mengandalkan satu jenis makanan saja, melainkan kombinasi dari berbagai jenis makananan.

Baca Juga: TNI AD Bantu Pemulihan Kalsel dan Sulbar, Jenderal Andika Perkasa Kerahkan 3 Kapal

Baca Juga: Dalam Tiga Minggu Saja, BNPB Catat 185 Bencana Alam Terjadi di Indonesia

“Karena tidak cukup hanya karbo saja, tidak cukup protein hewani dan nabati, buah saja atau sayur saja, tetapi harus semua karena berbagai macam zat gizi adanya di berbagai macam makanan, sehingga kalau mau melengkapi kebutuhan semua zat besi maka pola makannya harus seimbang,” imbuhnya.

Untuk mencegahnya, Kementerian Kesehatan melakukan intervensi spesifik dengan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja puteri dan ibu hamil. Selain itu, Kemenkes juga melakukan penanggulangan anemia melalui edukasi dan promosi gizi seimbang, fortifikasi zat besi pada bahan makanan serta penerapan hidup bersih dan sehat.

Komitmen Indonesia untuk mengatasi triple burden of malnutritions dengan memberikan tablet tambah darah untuk remaja putri sejak tahun 2016.

Baca Juga: Penelusuran Tim SAR Tentang Signal SOS di Pulau Laki, Hasilnya?

Baca Juga: Nekat Selundupkan Bibit Lobster, Dua Warga Pandeglang Ini Ditangkap Polisi

“Kita juga melakukan komunikasi perubahan perilaku, diharapkan adek-adek remaja bisa menjadi agent of change untuk melakukan perubahan perilaku,” tuturnya.

drg. Kartini menegaskan bahwa persoalan kesehatan dan gizi remaja tidak dapat diselesaikan oleh bidang kesehatan saja, melainkan perlu dukungan dari lintas sektor dan lintas program. Termasuk dukungan dari UNICEF Indonesia.

Jee Hyun Rah, Chief Nutrition UNICEF Indonesia menuturkan Kemenkes menjalin kerja sama dengan UNICEF untuk melakukan program penanggulangan masalah gizi pada remaja yakni Aksi Bergizi dengan 3 paket intervensi yakni memperkuat pemberian TTD mingguan bagi remaja putri, pendidikan gizi berbasis sekolah dan melakukan sosialisasi untuk perubahan perilaku. Program tersebut dilakukan pengujian di 2 tempat yakni Klaten dan Lombok.

Baca Juga: Kemensos Pastikan Kebutuhan Para Pengungsi Bencana Gempa Sulbar Dapat Dipenuhi

Baca Juga: Tinjau Banjir Bandang di Puncak, Pangdam III Siliwangi Minta Sungai Selalu Dibersihkan

Program ini menunjukkan hasil yang positif, yang mana remaja puteri yang minum TTD meningkat, remaja yang mengonsumsi buah dan sayur meningkat serta remaja yang melakukan aktivitas fisik juga meningkat. Dengan hasil ini, dirinya berharap kerja sama ini akan terus terjalin.

“Kami bekerjasama dengan Kemenkes untuk mengatasi masalah kesehatan dan gizi bagi remaja, kami juga akan terus berusaha untuk meningkatkan kesehatan para remaja di Indonesia,” tuturnya.***

 

Editor: Didin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x