Pemegang Polis Asuransi Bumiputera Duduki Ruangan Komisaris, Tuntut Pencairan Rp 5 Triliun Dana

- 29 Desember 2020, 13:42 WIB
Perwakilan pemegang polis dan agen Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, menduduki ruangan komisaris dan direksi. Mereka menuntut pencairan polis senilai Rp5 triliun.
Perwakilan pemegang polis dan agen Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, menduduki ruangan komisaris dan direksi. Mereka menuntut pencairan polis senilai Rp5 triliun. /Foto: Dok. Kornas Pemegang Polis AJB Bumiputera/

Kepada perwakilan pemegang polis, Direktur Utama AJB Bumiputera, Faizal Karim mengungkapkan, sejak diangkat 1 Juli 2020 lalu, ia bertekad menyelesaikan persoalan di tubuh AJB Bumiputera.

"Tekad saya adalah memperjuangkan kurang lebih tiga juta pemegang polis. Meski dalam himpitan waktu saya menyelesaikan itu, secara keuangan saya akan selesaikan dengan baik," tegas Faizal, dalam pertemuan dengan para pemegang polisi dan agen di kantor AJB Bumiputera, Senin 28 Desember 2020.

Baca Juga: Mulai Senin, 28 Desember 2020 Kendaraan Angkutan Barang Dilarang Melintasi Ruas Tol

Faizal berharap jika pembentukan RUA baru jalan, maka outstanding klaim para pemegang polis akan dapat direalisasikan.

Namun Faizal menyesalkan adanya tindakan yang diduga tidak wajar secara hukum, yang dilakukan oleh Badan Perwakilan Anggota (BPA). Karena BPA mengeluarkan surat resmi dan memerintahkan kepada komisaris dan direksi Bumiputera untuk membayarkan pesangon senilai Rp12 miliar.

Di sisi berbeda, Faizal ingin mendahulukan pembayaran bagi pemegang polis.

"Saya hadir di sini ada 3 pilar, yang pertama, outstanding klaim harus diselesaikan. Kedua, amankan Bumiputera dengan segenap karyawannya dan segenap agen agennya. Ketiga, jangan sampai pemerintah/ Otoritas Jasa Keuangan (OJK) malu dalam regulasi industri Asuransi. Jadi 3 pilar ini saya mau dijalankan." ungkapnya.

Baca Juga: Lolos ke Olimpiade Tokyo 2021, Greysia Polii: Bukan Sekadar Ikut, Tapi Untuk Dapat Medali

Faizal juga menegaskan Sidang Luar Biasa (SLB) yang digelar oleh tiga BPA melalui pertemuan Zoom pada 23 Desember 2020 lalu, dinilai cacat hukum.

"Jadi, perlu saya sampaikan kepada bapak/ibu yang saya banggakan. Kami sudah membuat sanggahan secara hukum. Sanggahan kami adalah pelaksanaan SLB tersebut cacat hukum. Coba lihat berapa karung tuh kesalahan (BPA-Red). Baik secara hukum, maupun secara alam." tegas Fauzi.

Halaman:

Editor: Muhamad Al Azhari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah