"Selain kekerasan terhadap perempuan, kasus perkawinan anak di sepanjang tahun 2021, juga memiliki angka yang cukup tinggi,"
PORTAL LEBAK - Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak mulai digelar dari tanggal 25 November hingga 10 Desember 2022, oleh berbagai elemen masyarakat sipil di tanah air.
Ruang Temu Generasi Sehat Indonesia (Rutgers Indonesia) bersama Power Power to You[th] (PYT), Right Here Right Now 2 (RHNR 2), Generation Gender, LBH APIK Jakarta, dan sejumlah organisasi sipil lainnya, menyuarakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak digelar dalam bentuk radio talkshow, podcast, webinar, dan aksi damai serta kampanye di Area Car Free Day (CFD).
Baca Juga: Pria Cabuli Perempuan Disabilitas di Cigombong Bogor Dibekuk Polisi, Modusnya Imingi Uang Rp5 Ribu
Para penggiat di organisasi masyarakat sipil itu, akan mengangkat topik-topik anti kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang masih menjadi keprihatinan di tanah air.
Berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) Kekerasan Terhadap Perempuan yang dilansir oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan dan terbit pada Maret 2022, tercatat ada sejumlah 338.496 kasus kekerasan berbasis gender (KBG) menimpa perempuan, yang terjadi tahun 2021.
"Selain kekerasan terhadap perempuan, kasus perkawinan anak di sepanjang tahun 2021, juga memiliki angka yang cukup tinggi," ungkap Project Manager Right Here Right Now 2, Rutgets Indonesia, Hastin Atas Asih kepada PortalLebak.com, Rabu, 30 November 2022.
"Berdasarkan Catahu 2021 Komnas Perempuan terdapat 59.709 kasus perkawinan anak yang ternyata masih mendapat dispensasi pernikahan dan dikabulkan oleh Pengadilan Agama," tambahnya.
Rutgers Indonesia bekerja bersama dalam 3 program strategis yakni; Power to Youl[th] (PTY), Generation Gender (Gen-G) dan Right Here Right Now 2 (RHRN2) dalam periode kegiatan tahun 2020-2025.
Hak Kesehatan Seksual
"Kami fokus mengangkat isu hak kesehatan seksual dan reproduksi serta memperjuangkan penghapusan kekerasan berbasis gender dan seksualitas," pungkas Hastin kepada para junalis yang hadir.
Sementara itu, berdasarkan catatan LBH Apik, parlemen dan pemerintah Indonesia telah berhasil merancang Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Namun masih banyak pekerjaan rumah atau PR, dalam penerapan UU TPKS. Karena aturan pelaksananya belum juga dibuat pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA)," tegas Perwakilan LBH APIK Jakarta Dian Novita.
Dian menekankan, meski aturan pelaksana UU TPKS belum resmi diluncurkan pemerintah, aparat penegak hukum, baik polisi maupun jaksa, dapat menerapkannya.
Karena pasal-pasal di UU TPK, menurut Dian, dapat menjerat para pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, jika aparat penegak hukum mau menggunakannya.***