“Di sisi lain, risiko suku bunga sebagian besar utang pemerintah juga berkisar 82%, yang juga merupakan suku bunga tetap sehingga tidak terlalu sensitif terhadap fluktuasi suku bunga pasar,” paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pembiayaan atau penarikan utang tercatat sebesar Rp 407 triliun, turun 41,5 persen dibandingkan realisasi tahun 2022.
“Dibandingkan tahun 2022 yang jumlah pinjamannya mencapai Rp 696 triliun, jumlah pinjaman kemarin turun 41,5 persen dengan realisasi tahun 2023,” kata Sri Mulyani.
Apalagi, realisasi jumlah pembiayaan utang juga lebih rendah dibandingkan target Anggaran Pendapatan dan Peruntukan Negara (APBN) yang direncanakan pada tahun 2023 sebesar Rp 696,3 triliun. Artinya, tingkat pencapaian tujuan tetap berada pada angka 58,4%.
Mengenai Perpres Nomor 75 Tahun 2023 yang ditetapkan sebesar Rp 421,2 triliun, realisasi pembiayaan utang sebesar 96,6% dari Perpres tersebut. Rinciannya, pembiayaan utang terdiri dari Obligasi Negara (SBN) senilai Rp308,7 triliun dan pinjaman senilai Rp98,2 triliun.
Pendapatan SBN turun 53,1 persen dibandingkan pendapatan tahun lalu sebesar Rp658,8 triliun. Sedangkan penggunaan pinjaman meningkat 164% dari tahun lalu sebesar Rp 37,2 triliun.
“Secara keseluruhan net SBN mengalami penurunan, namun penyaluran kredit sedikit meningkat dan total pendanaan mengalami penurunan sebesar 41,5 persen,” ujar Menkeu.
Bendahara Negara mengatakan pengurangan pembiayaan utang pada tahun 2023 seiring dengan konsolidasi fiskal dan pemulihan perekonomian nasional.
Baca Juga: Ternyata: Indonesia Negara Paling Banyak Dilanda Gempa, Urutan Kedua di Dunia
Tingkat imbal hasil SBN juga dikelola agar biaya pendanaan tetap efisien di tengah dinamika global dan fluktuasi pasar keuangan. Sedangkan pembiayaan anggaran sebesar Rp 3.
595,5 triliun.