Wacana Kenaikan PPN 12 Persen, Dinilai Berdampak Besar Pada Sektor Perdagangan

- 23 Maret 2024, 14:05 WIB
Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional dari Universitas Tarumanegara, Prof. Dr. Ariawan Gunadi, S.H., M.H.
Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional dari Universitas Tarumanegara, Prof. Dr. Ariawan Gunadi, S.H., M.H. /Foto: Handout/Pribadi/

PORTAL LEBAK - Adanya wacana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, pada tahun 2025 mendatang, dinilai akan membawa pengaruh yang signifikan pada sektor perdagangan.

Pasalnya, kebijakan ini berdampak ke semua lapisan masyarakat. Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional Prof. Dr. Ariawan Gunadi, S.H., M.H. menjelaskan kenaikan PPN meski hanya 1 persen berpotensi makin mendorong naiknya inflasi.

"Meskipun kenaikan tarif PPN hanya sedikit, tapi dampaknya merambat hampir ke seluruh harga produk serta sejumlah aktivitas jasa," kata Ariawan Gunadi, melalui keterangan tertulis yang diterima PortalLebak.com, di Jakarta, Sabtu 23 Maret 2024.

Baca Juga: Presiden Jokowi dan Para Menteri Kabinet Indonesia Serahkan SPT Pajak di Istana Negara

Ariawan mengungkapkan, seperti satu studi yang diteliti oleh Aaron dan telah diterbitkan oleh Ernst & Young, pada tahun 2010, yang menunjukkan bahwa 1 persen kenaikan tarif PPN dapat berdampak pada kenaikan tingkat harga agregat kurang dari 1 persen.

Tak hanya itu, kenaikan PPN akan mengakibatkan meroketnya harga produk, yang seiring dengan itu akan membuat barang dan jasa menjadi lebih mahal di masyarakat sebagai konsumen.

Menurut Ariawan, kenaikan PPN juga akan mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat, akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi. Turunnya daya beli masyarakat mengakibatkan tingkat konsumsi rumah tangga melemah.

Baca Juga: Asosiasi dan Pengusaha Temui Menko Luhut Binsar Pandjaitan Bahas Penundaan Pajak Hiburan

Penyebab utamanya, dinilai Ariawan yakni karena masyarakat merasa terbebani pascapeningkatan pajak yang harus mereka bayarkan, sehingga mereka cenderung mengurangi pola konsumsi dan memilih menyimpan uang daripada mengeluarkannya, untuk membeli barang dan jasa.

"Perlambatan dalam tingkat konsumsi ini lantas berdampak secara luas pada aktivitas ekonomi secara keseluruhan. Karena konsumsi rumah tangga adalah salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi," nilai Ariawan.

"Hal ini cukup mengkhawatirkan bagi kita, karena kontribusi pengeluaran konsumsi rumah tangga sepanjang tahun 2023 tumbuh 4,82 persen secara kumulatif, mencapai senilai 53,18 persen terhadap pertumbuhan PDB nasional, berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)," papar Ariawan.

Baca Juga: Dua Anggota DPR Nonton Siaran Langsung Korea Selatan VS Thailand Saat Rapat Penetapan APBN 2024

Selain itu, kenaikan PPN dinilai akan mengganggu supply chain perdagangan dan akan menimbulkan efek domino atas kenaikan biaya yang diperlukan dalam proses distribusi.

Supply chain perdagangan terpengaruh, khususnya jika perusahaan didera kesulitan untuk menanggung biaya tambahan itu atau terdampak kesulitan dalam menaikkan harga produk yang efisien ke konsumen akhir.

"Kondisi ini bisa mengakibatkan gangguan hubungan dengan para supplier dan distribusi produk secara utuh. Kebijakan kenaikan PPN bisa memicu perubahan yang cukup substansial, dalam metode perusahaan beroperasi dan berinteraksi dengan mitra bisnisnya. Karena sebagian perusahaan perlu mencari-mencari supplier alternatif atau meninjau kembali kontrak kerja sama yang ada," paparnya.

Baca Juga: Ribuan pengendara Kena Tilang karena mengemudi Lawan Arah, Ini Daftar Lokasi Penindakan olehPolda Metro Jaya

Ariawan khawatir, kebijakan kenaikan PPN bisa berpotensi menaikkan angka pengangguran di Indonesia, karena akan menyebabkan menurunnya penjualan barang dan jasa yang mempengaruhi penurunan kinerja perusahaan.

Ketika kinerja perusahaan menurun, menurutnya, hal ini bisa menyebabkan penurunan penyerapan tenaga kerja bahkan dimungkinkan terjadi PHK dan meningkatkan angka pengangguran.

"Kebijakan kenaikan PPN harus dipertimbangkan dengan cermat dan hati-hati. Pemerintah harus memperhatikan potensi dampak, pada pasar tenaga kerja dan perekonomian dengan holistik, agar tak mengakibatkan gejolak yang dapat membahayakan kondisi dan keselamatan bangsa," pungkasnya.***

Editor: Dwi Christianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x