Dalam sidang pendahuluan di MK pada Rabu 23 Desember 2022, para Pemohon mendalilkan diterapkannya norma-norma pasal itu, berkenaan dengan sistem pemilu proporisional berbasis suara terbanyak (terbuka-Red).
Baca Juga: Staf BELIFT LAB Diserang Karena Diduga Memukul Idola KPop Sunoo ENHYPEN
Pemilu Dibajak Caleg Berduit
Pemohon menilai sistem proporsional terbuka, telah dibajak oleh calon anggota legislatif (caleg) pragmatis yang hanya bermodal popular dan menjual diri tanpa ada ikatan ideologis dan struktur partai politik.
Padahal para pemohon beralasan para caleg tersebut banyak yang tidak memiliki pengalaman dalam mengelola organisasi partai politik atau organisasi berbasis sosial politik.
Alhasil, saat terpilih sebagai anggota DPR/DPRD seolah-olah bukan mewakili organisasi partai politik namun mewakili diri sendiri.
Baca Juga: Suroto Ketum DPP DGP: Partai NasDem Terperangkap Jebakan Batman Bikinan Surya Paloh
Para pemohon menilai, selayaknya harus ada otoritas kepartaian yang menentukan siapa saja yang layak menjadi wakil partai di parlemen.
Itu pun dijalankan setelah para caleg mengikuti pendidikan politik, kaderisasi, dan pembinaan ideologi partai.
Selain itu, para Pemohon menilai pasal-pasal a quo sudah mengakibatkan individualisme para politisi, yang menyebabkan konflik internal dan kanibalisme di internal partai politik.