Amnesty Internasional Indonesia: Kutuk Perusakan Rumah Ibadah, Negara harus Lindungi warga Ahmadiyah

5 September 2021, 10:09 WIB
Perusakan masjid Miftahul Huda milik komunitas Ahmadiyah oleh massa, di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Jumat (03/09/2021), dikutuk keras oleh Amnesty Internasional Indonesia /Foto: amnesty.id/Humas/

PORTAL LEBAK - Perusakan masjid Miftahul Huda milik komunitas Ahmadiyah oleh massa, dikutuk keras oleh Amnesty Internasional Indonesia.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyatakan pihak berwenang harus mengusut perusakan masjid Ahmadiyah, di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

“Pihak berwenang wajib segera melakukan pengusutan yang, komprehensif, independen, imparsial dan efektif atas kejadian ini dan membawa mereka yang bertanggungjawab ke pengadilan,” tegas Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

Baca Juga: Menteri Agama Klarifikasi Soal Ahmadiyah, Syiah: Setiap Warga Negara Berhak Dilindungi di Mata Hukum

“Pihak berwenang seharusnya menjamin hak komunitas Ahmadiyah untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan mereka," pungkasnya, seperti PortalLebak.com lansir dari laman amnesty.id, Sabtu 4 Agustus 2021.

Pemerintah menurut Usaman, wajib melindungi komunitas Ahmadiyah dari tindakan melawan hukum seperti perusakan masjid yang terjadi Jumat, 3 September 2021.

Amnesty Internasional Indonesia menyesalkan, aparat keamanan dan pemkab di lokasi tidak menghentikan perusakan dan pembakaran yang dilakukan oleh massa.

Baca Juga: Vaksin AstraZeneca Pemberian Pemerintah Belanda Tiba di Indonesia, Website Peduli Lindungi Masih Aman

“Tindakan Pemkab Sintang yang sebelumnya menuruti ultimatum kelompok intoleran dan menyegel Masjid Miftahul Huda, tidak sesuai dengan kewajiban mereka untuk melindungi hak asasi manusia,” nilai Usman.

Selanjutnya Amnesty Internasional Indonesia mendesak pemerintah pusat tidak menutup mata terhadap kejadian ini.

Pemerintah didesak mengambil langkah nyata untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang.

Baca Juga: Eliminasi Pertama Acara KPop 'Girls Planet 999': Ini Daftar yang Berhasil dan Gagal Melewati Babak Berikutnya

Pemerintah juga dinilai harus mengambil langkah-langkah efektif untuk memastikan bahwa seluruh anggota agama minoritas dilindungi dan dapat mempraktikkan keyakinan mereka secara bebas dari rasa takut, intimidasi, dan serangan.

“Langkah pertama yang dapat dilakukan Pemerintah Pusat adalah dengan mencabut SKB Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri 2008 tentang Ahmadiyah," kata Usaman.

"SKB ini sering digunakan oleh pemerintah-pemerintah daerah maupun kelompok intoleran sebagai pembenaran untuk melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga Ahmadiyah,” pungkasnya.

Baca Juga: Negara Afghanistan Hadapi Pergulatan Ekonomi dan Geopolitik Berat

Seperti diketahui, Jumat, 3 September 2021, sejumlah massa mendatangi Masjid Miftahul Huda di Dusun Harapan Jaya, Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang dan melempari masjid, juga membakar gedung di belakang masjid.

Masjid Miftahul Huda pertama dibangun pada tahun 2007. Pada tahun 2020, pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) setempat memutuskan untuk membangun gedung masjid baru.

Pasalnya, kondisi bangungan yang lama sudah tidak layak, dan pembangunan gedung baru selesai pada bulan Mei 2021.

Baca Juga: Wagub Jabar Bersama KSAL Tinjau Serbuan Vaksinasi di Ponpes Suryalaya Tasikmalaya

Sejak November 2020, terdapat penolakan terkait pembangunan gedung baru itu, dari beberapa kelompok masyarakat.

Pada tanggal 12 Agustus 2021, sebuah kelompok yang menamakan dirinya Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang mengirim surat ke Pemkab Sintang.

Surat berisi ultimatum agar aparat segera menindak umat Ahmadiyah di Sintang dalam waktu tiga kali 24 jam.

Aliansi tersebut mengancaman akan bertindak sendiri bila ultimatum itu tidak dipenuhi.

Baca Juga: Jadi Koruptor, KPK Tetapkan Bupati Banjarnegara Jadi Tersangka Dugaan Maling Uang Rakyat di Proyek PUPR

Selanjutnya pengurus Ahmadiyah (JAI) setempat mengirim surat meminta perlindungan hukum kepada Kapolres Sintang, karena ancaman itu.

Pada 13 Agustus, Plt Bupati Sintang mengirim surat kepada pengurus JAI Kabupaten Sintang untuk menghentikan kegiatan beribadah.

Pada 14 Agustus, aparat Pemkab menutup paksa dan menyegel Masjid Miftahul Huda.

Amnesty International Indonesia telah berkali-kali mendesak pemerintah Indonesia untuk mencabut SKB tentang Ahmadiyah.

Baca Juga: Kornas Pempol AJB Bumiputera 1912 Dorong OJK Segera Gelar Pemilihan BPA

Sekaligus memberikan ruang bagi JAI memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya dengan bebas, tanpa diskriminasi dan ancaman.

Menurut data Amnesty, sepanjang 2021 telah ada setidaknya 7 kasus penolakan pendirian rumah ibadah, 6 kasus perusakan rumah ibadah, dan 2 kasus penyegelan rumah ibadah.

Amnesty menegaskan, merupakan hak seluruh individu untuk memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinannya masing-masing.

Karena hal ini telah dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), berisi:

Baca Juga: Danrem 061 SK Tinjau Pelaksanaan Vaksinasi Tahap Kedua di Telkom Bogor

Pasal 18:
“Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran. Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.”

Pasal 27 ICCPR juga menjamin bahwa orang-orang yang termasuk minoritas tidak boleh ditolak haknya, dalam komunitas dengan anggota lain dari kelompok mereka.

Mereka tidak boleh ditolak menikmati budaya sendiri, menganut dan mempraktekkan agama mereka sendiri, atau menggunakan bahasa mereka sendiri.

Baca Juga: Rayakan 25 Tahun Film James Bond, Land Rover Jual Defender V8 Bond Edition Terbatas Hanya 300 Unit

Kebebasan untuk mewujudkan atau memperlihatkan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat tunduk pada batasan-batasan seperti yang ditentukan oleh hukum

Sekaligus diperlukan untuk melindungi keselamatan, ketertiban, kesehatan, atau moral publik atau hak-hak dasar dan kebebasan orang lain.

Akan tetapi perlu diingat bahwa peraturan, kebijakan dan perlakuanpun tidak boleh bersifat diskriminatif hanya karena keyakinan atau cara mereka beribadah berbeda dengan yang lain.

Baca Juga: Presiden Jokowi Resmikan Bendungan Way Sekampung di Pringsewu Lampung

Dalam hukum di Indonesia, Amnesty mengungkapkan hak atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan dijamin dalam UUD 1945.

Aturan itu terdapat di Pasal 29 (2) terkait kebebasan beragama dan beribadah dan pasal 28E (2) terkait kebebasan berkeyakinan.***

Editor: Dwi Christianto

Tags

Terkini

Terpopuler