Presiden Jokowi Sahkan PP Hukum Kebiri Bagi Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak

- 5 Januari 2021, 07:42 WIB
Ilustrasi stop kekerasan seksual terhadap anak
Ilustrasi stop kekerasan seksual terhadap anak /freepix.com/doldam10/

PORTAL LEBAK - Ini peringatan telak bagi para pelaku kekerasan seksual terhadap anak, karena pemerintah mengijinkan tindakan kebiri kimia melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani PP ini pada 7 Desember 2020. Ditetapkan untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.

Presiden juga menjalankan Undang-Undang (UU) Nomor 17/2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

Baca Juga: 1,2 Juta Vaksin Coronavac Lulus Uji Sertifikasi BPOM

Baca Juga: FPI Dilarang Pemerintah, Mardigu Wowiek: Ayo Dirikan Partai FPI

Seperti dikutip PortalLebak.com dari laman setkab.go.id, PP 70 Tahun 2020 ini, dapat diakses masyarakat pada laman jdih.setkab.go.id. Dalam PP ini juga diatur tata cara mengenai pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Tindakan kebiri kimia, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi dikenakan terhadap pelaku persetubuhan. Sementara pelaku perbuatan cabul dikenakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dan rehabilitasi.

Semuanya dilaksanakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap serta dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi di bidangnya atas perintah jaksa.

Baca Juga: Waspada Happy Hypoxia, Kematian Tiba-Tiba Pada Penderita Covid-19

Baca Juga: Dua Hari Pasca Positif Covid-19, Gubernur Jatim Khofifah Pamer Foto Pribadinya

“Pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dilaksanakan atas perintah jaksa setelah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial,” bunyi Pasal 2 ayat (3).

Berdasarkan ketentuan Pasal 4, pelaku anak tidak dapat dikenakan tindakan kebiri kimia dan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Definisi pelaku kekerasan seksual terhadap anak adalah pelaku tindak pidana persetubuhan kepada anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain dan pelaku tindak pidana perbuatan cabul kepada anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Baca Juga: Ini Cara Presiden Keenam RI SBY Memasak Kupat Tahu

Baca Juga: Wow, Anda Mau Coba Daging Ayam Yang Bukan Dari Ayam?

Sementara anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Dalam PP mengatur batas waktu tindakan kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama dua tahun, dan dilakukan melalui tiga tahapan yaitu penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan. Tindakan dilakukan dengan cara pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi.

“Penilaian klinis sebagaimana dimaksud meliputi wawancara klinis dan psikiatri; pemeriksaan fisik; dan pemeriksaan penunjang,” bunyi Pasal 7 ayat (2).

Baca Juga: Kadiv Humas Polri: Maklumat Kapolri Tidak Akan Membatasi Kebebasan Pers

Baca Juga: Kasus 6 FPI Tewas di Tol, Hari Ini Komnas HAM Panggil Lagi Polisi Mintai Keterangan Tambahan

Tata cara penilaian adalah, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum menyampaikan pemberitahuan kepada jaksa, paling lambat sembilan bulan sebelum terpidana selesai menjalani pidana pokok.

Dalam jangka waktu tujuh hari kerja setelah pemberitahuan tersebut, jaksa menyampaikan pemberitahuan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk menilai klinis.

Penilaian klinis dimulai paling lambat tujuh hari kerja setelah diterimanya pemberitahuan dan hasilnya akan disampaikan dalam bentuk kesimpulan untuk memastikan pelaku persetubuhan layak atau tidak layak untuk dikenakan tindakan kebiri kimia.

Baca Juga: 4 Tahun Jadi TNI Gadungan, Nikahi Janda Kaya Ditangkap di Sukabumi, Ternyata Ditemukan Ini

Baca Juga: 10 Kg Sabu Dalam Tangki Mobil, Polisi Amankan 4 Kurir Narkoba di Kemayoran

Kesimpulan ini disampaikan pada jaksa paling lambat empat belas hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan dari jaksa.

“Pelaksanaan tindakan kebiri kimia dilakukan setelah kesimpulan sebagaimana dimaksud menyatakan pelaku persetubuhan layak untuk dikenakan tindakan kebiri kimia,” tertuang dalam Pasal 9 huruf a.

Dalam jangka waktu paling lambat tujuh hari kerja sejak diterimanya kesimpulan, jaksa memerintahkan dokter untuk melaksanakan tindakan kebiri kimia. Tindakan ini dilaksanakan di rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit daerah yang ditunjuk.

Baca Juga: Asyik, Bantuan Sosial Tunai (BST) Rp300 Ribu Cair Hari Ini, Login dtks.kemensos.go.id Cek Penerima

Baca Juga: Libur Nataru Pengguna Layanan Data Telkomsel Melonjak, Ini Akibatnya

Dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan, bila kesimpulan menyatakan pelaku tidak layak untuk dikenakan tindakan kebiri kimia maka pelaksanaan tindakan ditunda paling lama enam bulan.

“Selama masa penundaan sebagaimana dimaksud dilakukan penilaian klinis ulang dan kesimpulan ulang untuk memastikan layak atau tidak layak dikenakan tindakan kebiri kimia,” bunyi Pasal 10 ayat (2).

Jika masih disimpulkan pelaku persetubuhan tidak layak, maka jaksa memberitahukan secara tertulis kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dengan melampirkan hasil penilaian klinis ulang dan kesimpulan ulang.

Baca Juga: Era Kendaraan Listrik, PLN Siapkan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik

Baca Juga: Libur Nataru Pengguna Layanan Data Telkomsel Melonjak, Ini Akibatnya

Selanjutnya, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dikenakan kepada pelaku persetubuhan dan perbuatan cabul. Alat pendeteksi dapat berupa gelang elektronik atau lainnya yang sejenis. “Tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik kepada pelaku sebagaimana dimaksud diberikan paling lama 2 (dua) tahun,” bunyi Pasal 14 ayat (3).

Untuk pemasangan alat pendeteksi elektronik, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum menyampaikan surat pemberitahuan kepada jaksa, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial paling lama satu bulan sebelum pelaku kekerasan seksual terhadap anak selesai menjalani pidana pokok.

Pemasangan dilakukan segera setelah pelaku menjalani pidana pokoknya. “Pemasangan alat pendeteksi elektronik dilakukan atas perintah jaksa dengan memerintahkan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum bekerja sama dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kesehatan,” bunyi Pasal 16 huruf e.

Sementara, pelepasan alat pendeteksi juga dilakukan oleh kementerian yang sama atas perintah jaksa.

Baca Juga: Ilmuwan Luar Angkasa Temukan 5 Penemuan Hebat di Tahun 2020

Baca Juga: Tercatat 2.925 Bencana Alam dengan Korban 370 Jiwa Sepanjang Tahun 2020 

Sedangkan bagi para pelaku persetubuhan yang dikenakan tindakan kebiri kimia, diberikan rehabilitasi berupa rehabilitasi psikiatrik, rehabilitasi sosial, dan rehabilitasi medik serta mulai diberikan paling lambat tiga bulan setelah pelaksanaan tindakan.

Sementara, untuk pelaku perbuatan cabul berupa rehabilitasi psikiatrik dan rehabilitasi sosial. “Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dilakukan atas perintah jaksa secara terkoordinasi, terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan,” bunyi Pasal 18 ayat (3).

Berdasarkan ketentuan pada BAB III terkait pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum menyampaikan surat pemberitahuan kepada jaksa paling lama empat belas hari kerja sebelum pelaku kekerasan seksual terhadap anak selesai menjalani pidana pokok.

Baca Juga: Mulai 4 Januari 2021, Jembatan Ciujung Baru Rangkasbitung Ditutup, Ini Penejelasanya

Baca Juga: Tahun Baru 2021, Berikut Fitur Baru WhatsApp

Pengumuman dilaksanakan oleh jaksa paling lama tujuh hari kerja setelah pelaku selesai menjalani pidana pokok. “Pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak sebagaimana dimaksud dilakukan selama 1 (satu) bulan kalender melalui papan pengumuman; laman resmi kejaksaan; dan media cetak, media elektronik, dan/atau media sosial,” ketentuan Pasal 21 ayat (2).

Pengumuman identitas pelaku paling sedikit memuat nama pelaku; foto terbaru; nomor induk kependudukan/nomor paspor; tempat/tanggal lahir; jenis kelamin; dan alamat/domisili terakhir.

Tertuang dalam ayat (4) pasal tersebut, pelaku anak tidak dapat dikenakan pidana tambahan berupa pengumuman identitas ini. “Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 25 PP Nomor 70/2020 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada tanggal 7 Desember 2020 ini.***

Editor: Dwi Christianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x