Contohnya investasi CCS/CCUS di proyek LNG Abadi di Blok Masela, yang diketahui mencapai USD 1,2–1,4 juta. Pada tahap awal, CCUS baru diterapkan pada tiga proyek migas lain yaitu di Lapangan Gundih, Sukowati dan Tangguh.
Saat menghitung keekonomian suatu proyek, Benny menyarankan investor layaknya tidak hanya melihat pada faktor biaya saja, sebab diyakini ada keuntungan bersaing dari penerapan CCS/CCUS dan berdampak pada keekonomian proyek.
“Ini kita baru bicara keekonomian, belum bicara benefit yang bersifat lebih jangka panjang, yaitu upaya penurunan emisi karbon global. Nanti akan dilihat detail proyeknya, bisa saja dibutuhkan tambahan insentif, tapi bisa juga tidak. Kita lihat kasus per kasus, yang penting jangan kebanyakan diskusi, nanti kita ketinggalan kereta,” papar Benny.
Baca Juga: Jelang Tahun Politik 2024, Kepuasan publik pada Presiden Jokowi Mencapai 76,7 persen
Seiring dengan pendapat Benny, Praktisi hulu migas Tumbur Perlindungan tantangan industri hulu migas ke depan adalah bagaimana perusahaan dapat melakukan eksplorasi dan produksi dengan baik
Tumbur yang juga pimpinan sebuah perusahaan migas di Indonesia, menilai perusahaan tetap menjalankan operasi sesuai dengan target penurunan emisi karbon dan perlu mencari teknologi atau prosedur yang bisa meningkatkan produksi guna membantu mengatasi ancaman krisis energi pasca pandemi.
Alhasil, dukungan pemerintah berupa carbon tax untuk menerapkan CCS/CCUS menjadi hal uangb penting. “CCS/CCUS memang harus segera dilaksanakan baik dalam pilot project maupun implementasinya,” katanya.
Baca Juga: Merek Mobil Esemka Dipastikan Ikut Dalam Pameran IIMS 2023
Menurut Tumbur, CCS/CCUS adalah teknologi baru dan cukup mahal. Aehingga teknologi itu hanya dapat diterapkan jika adanya penambahan produksi dari suatu lapangan migas yang eksis. Upaya yang bisa digelar adalah dengan menerapkan Enhanced Oil Recovery (EOR).