"Selanjutny nanti DPR akan membahasnya (RUU Perampasan Aset Tindak Pidana-Red)," ujar Mahfud.
RUU itu sebenarnya hampir disahkan dan bukan merupakan hal baru, tapi ada satu butir pasal yang mengganjal pengesahannnya.
"Dulu RUU ini pernah disepakati tinggal satu butir, soal aset yang dirampas disimpan dan dikelola oleh siapa. Terdapat 3 alternatif, rubasan (rumah barang rampasan) Kemenkumham, di Kejagung dengan Badan Pengelola Aset, atau ada Dirjen Kekayaan Negara," ungkap Mahfud.
"Sekarang sudah ada kesatuan pendapat pemerintah dan DPR. Tinggal pembahasan saja nanti," pungkas Mahfud.
Mahfud menyatakan pada 2021 pemerintah telah mengajukan 2 rancangan UU terkait pemberantasan korupsi.
Baca Juga: Larantuka NTT Diguncang Gempa Magnitudo 7.4, Disertai Tsunami
Pengajuan tersebut, aturan tentang RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal atau Uang Tunai.
Tapi kedua RUU itu tidak menjadi prioritas DPR pada 2021. Yang memberikan arti DPR tidak setuju atas pembahasannya.
"Terdapat kesepakatan jika tidak bisa dua-duanya usul salah satunya, waktu itu semacam ada pengertian lisan bahwa oke yang RUU Perampasan Aset bisa dipertimbangkan masuk (prioritas-Red) tahun 2022," kenang Mahfud.