3. Tahun 2010-2014
Defisit Rp9,25 Triliun. Perusahaan diminta membuat program kerja fundamental, perombakan manajemen, penyusunan demutualisasi.
Perusahaan diminta melakukan haircut atas kewajiban jangka panjang dan mulai diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca Juga: Kisruh AJB Bumiputera 1912: Hakim Periksa Berkas dan Saksi, Telisik Pemilihan BPA
4. Tahun 2014-2016
Defisit bertambah Rp13,46 Triliun. Upaya perbaikan dilakukan melalui pergantian manajemen, masuk orang-orang luar, keputusan keuangan No. 504/2004.
Selain itu, ada perubahan distribusi pemasaran tradisional ke unit link. Intervensi OJK besar.
5. Tahun 2016-2018
Defisit Rp18,9 Triliun. Pembayaran polis masih dilakukan, OJK menunjuk Pengelola Statuter (PS) menjadi pengurus AJB Bumiputera yang 1912.
Dewan komisaris dan dewan direksi dilarang mencampuri tugas-tugas PS, Skema kerjasama investor, dan demutualisasi usaha. OJK pun mulai mengendalikan Bumiputera, namun klaim pemegang polis mulai tersendat.
6. Tahun 2021-2020
Terdapat defisit Rp21,6 Triliun. Terdapat upaya perbaikan dengan membubarkan Pengelola Statuter dibubarkan. Aturan dikembalikan kepada Anggaran Dasar (AD) AJB Bumiputera 1912, melaksanakan AD Pasal 38.
Di sisi lain, OJK dan manajemen Bumiputera saling tuding penyebab bobroknya manajemen. Klaim pemegang polis pun tak terbayarkan juga.